Mohon tunggu...
Saiful Asyhad
Saiful Asyhad Mohon Tunggu... Penulis - Guru

De Had adalah nama pena dari penulis buku ini. Nama lengkapnya Saiful Asyhad, S.H. Pria kelahiran Kota Lumpur (Sidoarjo), Provinsi Jawa Timur pada tahun 1964 ini memang hobi menulis sejak SMP hingga kini. Baginya, tiada hari yang terlewat tanpa menulis. Sampai-sampai dia menemukan moto hidupnya sebagai penulis lepas, “Tetap eksis berkat menulis.” Sebagian besar pendidikannya di tempuh di Kota Pahlawan (Surabaya). Dia alumnus SDN Bulak Banteng II tahun 1976. SMP I Wachid Hasjim di tahun 1980. Kemudian, melanjutkan ke SMA Negeri 9 dan tamat pada tahun 1983. Pendidikan S1 dia tempuh di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya dan tamat tahun 1989. Perjalanan karirnya di dunia surat kabar diawali di harian sore Surabaya Post (1991-1992) sebagai staf Sumber Daya Manusia. Kemudian, ke tabloid Agrobis (Jawa Pos Grup) mulai tahun 1992 – 1993 sebagai staf pemasaran. Kemerdekaannya dalam berkarir sebagai penulis lepas (freelance writer) membuatnya memutuskan diri dari pekerjaan formal tersebut dan menetap di Kota Tahu Kuning (Kota Kediri), Provinsi Jawa Timur dari 1992 hingga kini. Profesi penulis itu juga diikuti dengan profesi lainnya sebagai guru les SD hingga SMP di rumah. Kegiatannya menulis memuncak ketika menjadi staf ahli (konsultan) untuk majalah Misykat yang merupakan majalah resmi Pondok Pesantren Lirboyo. Di majalah itu banyak tulisannya yang dimuat, terutama opini dan esai. Juga mengasuuh rubrik tetap Bina Kepribadian yang melayani keluh kesah pembaca Misykat. Itu dilakoninya sejak 2005 hingga 2015. Yang paling menarik, di sela-sela mengabdikan diri sebagai tutor kursus-kursus: bahasa Inggris, jurnalistik, kepribadian, dan pidato dari tahun 2002 hingga sekarang, dia masih mau nyantri di Pondok Pesantren Lirboyo dari tahun 2005 hingga 2009 meskipun sudah menyandang gelar sarjana hukum. Apa pun kegiatannya, moto yang tersebut di atas tetap dipegangnya sampai akhir hayat. Hal ini dibuktikan dengan telah terbit buku-buku karyanya: 1. Ayat-ayat Doa (Mutiara Ilmu, Surabaya, 1989); 2. Tracing My Writing (Guepedia, Bogor, 2020); 3. Caleg Gila (Guepedia, Bogor, 2020); 4. Tracing My Writing Jilid 2 (Guepedia, Bogor, 2020); 5. Mengadili Alibi Menguji Bukti (Guepedia, Bogor, 2021); 6. TTS Nyelekit 10X10 Kotak (Guepedia, Bogor, 2021); 7. TTS Nyelekit 10X10 Kotak Jilid 2 (Guepedia, Bogor, 2021); 8. 100 TTS Nyelekit 10X10 Kotak (Guepedia, Bogor, 2021); 9. 100 TTS Alit 9X9 Kotak (Guepedia, Bogor, 2021); 10. Gelitik Jurnalistik (Guepedia, Bogor, 2021); 11. Faktorisasi dan Faktor Bilangan 1-500 (Guepedia, Bogor, 2021); 12. Faktorisasi Prima dan Faktor Prima 1-500 (Guepedia, Bogor, 2021); 13. TTS Kelas Berat Nomor 1-20 (Guepedia, Bogor, 2021); 14. Jawaban TTS Kelas Berat Nomor 1-20 (Guepedia, Bogor, 2021). 15. TTS Kelas Berat Nomor 21-40 (Guepedia, Bogor, 2021); 16. Jawaban TTS Kelas Berat Nomor 21-40 (Guepedia, Bogor, 2021); 17. TTS Makes Stress Nomor 1-30 (Guepedia, Bogor, 2021); 18. Jawaban TTS Makes Stress Nomor 1-30 (Guepedia, Bogor, 2021); 19. TTS Nyelekit 10X10 Kotak No. 1-100 (Guepedia, Bogor, 2021); 20. Jawaban TTS Nyelekit 10X10 Kotak No. 1-100 (Guepedia, Bogor, 2021); 21. TTS Nyelekit 9X9 Kotak No. 1-100 (Guepedia, Bogor, 2021); 22. Jawaban TTS Nyelekit 9X9 Kotak No. 1-100 (Guepedia, Bogor, 2021); 23. Faktorisasi dan Faktor 1 Sampai 1000 (Guepedia, Bogor, 2021); 24. Faktorisasi Prima dan Faktor Prima 1 Sampai 1000 (Guepedia, Bogor, 2021); 25. Literasi Sastrawi bagi Santri (Guepedia, Bogor, 2022); 26. TTS Nyelekit 11X11 Kotak No. 1-20 (Guepedia, Bogor, 2022); 27. TTS Nyelekit 12X12 Kotak No. 1-20 (Guepedia, Bogor, 2022); 28. TTS Nyelekit 13X13 Kotak No. 1-20 (Guepedia, Bogor, 2022); 29. TTS Nyelekit 14X14 Kotak No. 1-15 (Guepedia, Bogor, 2022); 30. TTS Nyelekit 15X15 Kotak No. 1-15 (Guepedia, Bogor, 2022); 31. TTS Nyelekit 16X16 Kotak No. 1-15 (Guepedia, Bogor, 2022); 32. TTS Nyelekit 17X17 Kotak No. 1-15 (Guepedia, Bogor, 2022); 33. TTS Nyelekit 18X18 Kotak No. 1-15 (Guepedia, Bogor, 2022); 34. TTS Nyelekit 19X19 Kotak No. 1-10 (Guepedia, Bogor, 2022); 35. TTS Nyelekit 8X8 Kotak No. 1-20 (Guepedia, Bogor, 2022); 36. TTS Nyelekit 7X7 Kotak No. 1-25 (Guepedia, Bogor, 2022); 37. Buku Sakti TTS Seri A (Guepedia, Bogor, 2022); 38. Buku Sakti TTS Seri B (Guepedia, Bogor, 2022); 39. Buku Sakti TTS Seri U-Z (Guepedia, Bogor, 2022); 40. Buku Sakti TTS Seri C (Guepedia, Bogor, 2022); 41. Buku Sakti TTS Seri D (Guepedia, Bogor, 2022); 42. Buku Sakti TTS Seri E dan F (Guepedia, Bogor, 2022); 43. Buku Sakti TTS Seri G (Guepedia, Bogor, 2022); 44. Buku Sakti TTS Seri Q dan R (Guepedia, Bogor, 2022); 45. Buku Sakti TTS Seri H (Guepedia, Bogor, 2022); 46. Faktorisasi dan Faktor 1 Sampai 500 (Edisi Revisi) (Guepedia, Bogor, 2022); 47. Buku Sakti TTS Seri I (Guepedia, Bogor, 2022); 48. Buku Sakti TTS Seri J (Guepedia, Bogor, 2022); dan 49. Buku Sakti TTS Seri L (Guepedia, Bogor, 2022).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antisipasi Musibah yang Islami

30 April 2022   09:00 Diperbarui: 30 April 2022   09:02 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bencana demi bencana mendera bangsa kita. Mulai dari gempa bumi, banjir, tanah longsor, DBD, dan terakhir gunung Anak Krakatau meletus. Musibah itu menerpa laksana cerita komik berjilid-jilid. Bala' seolah tak kenal kata "stop". Kita pun kalang kabut.

Walau demikian, kita sebagai muslim tidak boleh putus asa. Kita harus berkhusnuzh zhaan terhadap Allah Swt. Dengan berpikir positif itu, insya Allah kita mampu menguak hikmahnya. Caranya dengan meneliti tiga kemungkinan berikut.

Pertama, musibah-musibah itu adalah ujian dari Allah Swt. Jika ini benar, maka kita malah harus bersyukur. Mengapa? Karena itu pertanda Dia akan meningkatkan derajat bangsa kita jika lulus dalam ujian itu. Kita bisa tersungging karena "naik kelas" setelah sabar mengahadapi tes rentetan musibah itu. Kita pun bisa tertawa lepas setelah menerima "ijazah" dari-Nya di acara "wisuda" di alam fana ini.

Bukan itu saja. Kita juga akan mendapat limpahan rahmat dan karunia-Nya yang tanpa batas dalam berbagai bentuk. Alam yang makin tertata rapi dan subur kembali. Iklim yang kembali normal dan bersahabat. Hujan tanpa angin kencang, badai, atau banjir. Kemarau tanpa kekeringan atau kebakaran hutan. Hadirnya pemimpin yang adil yang mampu mewujudkan bangsa dan negara menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur.

Dan banyak lagi hikmah yang akan kita terima. Sungguh, nikmat yang tiada tara bila musibah itu semata-mata tes dari Allah Swt. Karena, bila kita mampu melewatinya dengan sabar, pasti rahmat-Nya melimpah ruah di Negeri Gemah Ripah Loh Jinawi tercinta ini.

Kemungkinan kedua, musibah itu peringatan Allah Swt. Jika ini yang benar, maka kita harus segera mawas diri. Apa yang telah kita perbuat hingga Dia memukulkan "cambuk kecil"-Nya. Mungkin kita mengaku Islam, namun belum kaaffah. Islamnya masih sebatas Islam-KTP. Kita harus berani meneliti di mana bercak-bercak noda diri. Kemudian, kita bersihkan dosa-dosa itu dengan amal ubudiyyah yang bernuansa taubatan nasuuha. Insya Allah, Dia yang Maha Pengampun berkenan memberikan "penghapus"-Nya untuk kita pinjam menghapus noda-noda diri.

Yang harus sangat kita khawatirkan adalah jangan-jangan malah kemungkinan ketiga yang terjadi. Musibah itu azab! Wah, kalau ini yang terjadi, maka harus ada akselerasi tobat kepada-Nya. Kita harus terus-menerus memohon ampunan-Nya atas dosa yang telah kita perbuat. Sekecil apa pun dosa itu harus kita istighfari setiap hari. Dengan demikian, terciptalah gerakan tobat secara individual yang menasional kepada-Nya.

Syukur-syukur bila ada political will dari Pemerintah. Yakni,  menggelar acara taubatan nasuuha skala nasional di tempat dan pada saat yang sama secara berjamaah kemudian dilanjutkan dengan tobat harian secara perseorangan. Langkah tobat nasional itu tampaknya sudah harga mati.

Kita memang harus mengakui betapa banyak dosa yang telah kita perbuat. Kemudian, kita pun harus menyesali dosa yang kian hari makin menumpuk, menggunung, bahkan melimpah ruah bak air bah di samudra. Wujud penyesalan itu kita tumpahkan dalam bentuk linangan air mata yang tulus di hadapan-Nya saat qiyaam al lail, salat tahajud, atau pun salat tobat.

Langkah terakhir dari ritual taubatan nashuuha adalah berjanji sepenuh hati tidak akan mengulangi perbuatan dosa itu. Kita berjanji untuk tidak terperosok ke jurang nista yang sama untuk kedua kali. Cukup ini saja laku kotor itu. Kita berjanji tidak meneruskan tingkah terkutuk yang bikin kita kian terpuruk.

Wujudnya, kita jangan lagi melakukan illegal logging yang membabi buta itu. Ingatlah, kita ini manusia. Bukan babi yang buta!. Kita juga harus antikorupsi sebab korupsi membangkrutkan negara. Kita yang mengaku umat beragama Islam, wujudkan amaliah keislaman itu dalam kehidupan sehari-hari. Jangan hanya mengaku Islam, tapi tidak salat, enggan berzakat, tak sudi mengaji, bahkan malah korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun