Program Pemberdayaan Perempuan : Sudahkah berjaya?
Fara Julyta Aliyah
Sahabat POTRET, Berdomisili di Banda Aceh
Rabu tanggal 29 september lalu diadakan pekan pemberdayaan keluarga di Jakarta Pusat. Program yang diadakan Ketua Tim Penggerak PKK yakni Tatiek Fauzi Bowo ini, secara umum bertujuan untuk meningkat pemberdayaan kesejahteraan keluarga Indonesia serta menemukan dukungan mitra kerja. Kegiatan yang dilakukan antara lain posyandu, pelayanan kesehatan dan KB dan berbagai kegiatan pemberdayaan lainnya.
Bisa ditebak, kegiatan itu dipenuhi oleh keramaian para perempuan yang ingin mengikuti kegiatan. Ya, para perempuan memang sering menjadi tumpuan harapan bagi kesejahteraan keluarga. Walaupun biasanya pencari nafkah utama bagi keluarga adalah pihak suami, tetap saja, program pemberdayaan apapun untuk keluarga, biasanya ditujukan pada perempuan. Perempuanlah yang bisa menyatukan keluarga kecil di Indonesia, karena perempuan yang bisa berkomunikasi baik dengan suami dan akrab dengan anak. Itulah salah satu mengapa program pemberdayaan perempuan dijunjung tinggi di negara ini. Karena ketika perempuan berdaya, keluarga juga berdaya.
Selain alasan tumpuan kesejahteraan keluarga, program pemberdayaan perempuan juga karena lingkungan kita yang masih begitu patriaki. Emansipasi perempuan memang sudah ditegakkan oleh Ibu Kartini, tetapi perempuan Indonesia tetap saja harus banyak berjuang untuk sebuah kesejahteraan. Perempuan acapkali menjadi korban kekerasan, pelecahan dan penipuan. Karena itulah harus ada sikap kemandirian dari perempuan dan diwujudkan dengan berbagai program pemberdayaan baik oleh pemerintah maupunnon pemerintahan.
Program pemberdayaan yang aman
Kemandirian dan kesejahteraan tentu tak boleh hanya tegak di satu aspek. Perempuan harus diberdayakan dengan berbagai aspek kehidupan, baik ekonomi, budaya, sosial, pendidikan dan bahkan kesehatan. Berbagai kegiatan sudah menjurus pada pemberdayaan perempuan yang baik, tetapi seringkali, pemahaman kita pada ‘kesejahteraan’ hanya sekedar masalah ekonomi dan status sosial. Padahal, sejahtera bermakna luas dan mencakup aspek kehidupan yang menyeluruh.
Maka tak aneh banyak program seperti pelatihan ketrampilan, dana usaha, koperasi atau kegiatan lainnya, digadang-gadangkan untuk pemberdayaan perempuan, padahal masih banyak jalan untuk membuat perempuan berdaya. Misalnya pada aspek pendidikan. Fokus pendidikan pada remaja perempuan bisa menjadi simpanan ilmu untuk remaja perempuan kita kelak. Bisa lewat pemberian beasiswa bagi para perempuan cerdas, hingga ketika dia pulang nanti, dia akan mengabdi untuk perempuan lain.
Tak hanya itu, di bidang budaya, kita bisa mengenalkan sarung tenun, kerajinan indonesia atau batik agar perempuan indonesia bisa bangga pada negaranya sendiri (bahkan sekaligus melihat peluang kerja di sana). Di bidang kesehatan, telah banyak kontribusi seperti posyandu, KB atau bahkan PKK, yang diharapkan tidak mati terlindas zaman dan tetap jelas kontribusinya. Kemudian ada aspek sosial, yang juga sangat menjanjikan, artinya perempuan tidak hanya memberi makna pada keluarga tetapi juga masyarakat.Seringkali mereka yang aktif mendirikan yayasan kanker, lansia, anak terlantar bahkan panti untuk mereka yang cacat adalah perempuan. Dianugerahi hati yang lembut membuat perempaun lebih cepat tersentuh hatinya dan bergerak untuk menolong.
Perempuan bisa berdaya dengan apa saja. Dengan seni, sains, teknologi, agama bahkan politik. Maka carilah jalan kemandirian yang aman. Jangan lekas mengetuk palu kalau sejahtera selalu berarti ‘keadaan ekonomi yang baik’, lantas, tanpa memikirkan masa yang panjang di depan, banyak perempuan memutuskan menjadi tuna susila, TKW ilegal dan bahkan komplotan penipu. Memang banyak jalan ke Roma, banyak jalan menuju sejahtera, tetapi sebaiknya jangan pilih yang terlalu banyak jurang dan durinya.
Cukupkah sepekan perempuan berdaya?
Begitu banyak program PKK telah digelontorkan, posyandu terus dikerjakan dan berbagai program pemberdayaan perempuan lain tak henti-hentinya digalakkan. Tetapi tetap banyak yang ngotot menjadi TKW, menjadi tuna susila, mengemis dan menjadi objek kekerasan. Ternyata, sebuah program takkan ada maknanya jika kedua belah pihak, baik penyelenggara maupun peserta benar-benar menjalaninya dengan sepenuh hati. Pemerintah atau mitra lain diharapkan untuk lebih giat mengadakan program pemberdayaan, perempuan sendiri juga harus mampu menanamkan sikap untuk menjadi lebih baik ke depannya.
Menjadikan perempuan itu berdaya, tak semudah berteori. Buktinya, 66 tahun kita merdeka, perempuan masih belum merasa sepenuhnya merdeka. Ketika perempuan sudah merasa berdaya, tentu dia akan merasa merdeka. Kita sebagai perempuan, mengharapkan masih banyak mereka yang peduli untuk memberdayakan perempuan. jika perempuan berdaya, tentu generasi yang diasuhnya akan lebih baik dan lurus jalannya.Pada akhirnya, seluruh bangsa ini akan mendapat suatu kehidupan yang lebih sejahtera. Bukankah junjungan kita Nabi Muhammad telah mengisyaratkan bahwa baik buruknya suatu negeri ditentukan oleh perempuannya? Jika baik perempuannya, maka baik pulalah negeri itu. Semoga saja, program selama ini bisa membuat perempuan Indonesia menjadi lebih baik. Karena itu, perempuan tak cukup diberdayakan sepekan saja. Sepanjang masa, perempuan harus selalu berdaya dan berjaya.Perempuan pun, jangan hanya berharap diberdayakan oleh orang lain, pemberdayaan yang hakiki adalah pemberdayaan diri yang dilakukan sendiri, dengan meningkatkan kualitas diri. Cara yang paling mudah adalah dengan terus belajar dan belajar, menganut falsafah , belajar sepanjang hayat. Dengan cara ini, perempuan akan bangkit menjadi perempuan yang mandiri. Jangan pernah berkata tidak bisa, tetapi memang terus belajar suapa bisa hingga menjadi perempuan yang pantang menyerah.
Sebagai penyemangat untuk menjadi perempuan yang berdaya, bait-bait puisi berikut, kiranya bisa menjadi pemantik bagi perempuan. Selamat bejuang para perempuan. Selamat membangun diri menjadi perempuan yang mandiri. Kekuatan itu ada pada diri sendiri.
Tak Bisa Tidak
Lihatlah perempuan-perempuan itu
Berserakan ramai dalam lumpur sawah
Berhamburan di hiruk pasar
Berjibaku di pesisir pantai
Wara-wiri di gedung kantoran
Bahkan tak ragu,
Berpatah leher memanggul pasir
Ah, biarlah dunia cerita tentang emansipasi
Letih mereka hanya untuk nasi
Biar sajalah riuh dongeng tentang hak asasi
Keringat itu untuk suami
Apakah dunia bernyanyi tentang keprihatinan
Tahu apa mereka
Tuhan ciptakan perempuan dengan sedikit kata menyerah
Untuk ibuku dan saudari-saudariku
Acuhkan saja jika dunia melecehkan
Kita lebih kuat dan sangka mereka
Tak bisa tidak!