Mohon tunggu...
Saeran Samsidi
Saeran Samsidi Mohon Tunggu... Guru - Selamat Datang di Profil Saya

Minat dengan karya tulis seperi Puisi, Cerpen, dan karya fiksi lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mari Kita Kenang Blabur Banyumas

21 Februari 2019   16:13 Diperbarui: 21 Februari 2019   16:22 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nggo wong Banyumas, mari kita kenang peristiwa tragis 158 tahun yang lalu. Banjir bandhang yang   melanda Kota Banyumas  terjadi pada hari Kamis Wage sampai dengan Sabtu Legi tanggal 21 -- 23 Februari 1861. Tiga hari lamanya Kota Banyumas terendam air setinggi pohon kelapa sehingga ikan betik bisa makan manggar yaitu bunga pohon kelapa. Kala itu Bupati Banyumas adalah Kanjeng Adipati Cakranegara I dan Residennya S. van Deventer.

Bukti bahwa banjir bandhang pernah melanda Kota Banyumas adalah adanya prasasti yang ditempelkan di komplek Pondok Pesantren GUPPI Banyumas pada tembok bagian selatan gedung yang persis di pintu masuk kompleks mengunakan bahasa Belanda. Letaknya persis mengambarkan ketinggian air bah yang sampai ke langit-langit gedung tinginya sekitar 3,5 meter.

Ada pula rumah yang ditinggali oleh  keluarga  Ong Keng Saey yang termasuk rumah kuno dan didirikan sekitar tahun 1800. Jadi termasuk sebagai BCB (Benda Cagar Budaya). Rumah Ong Keng Saey  memiliki sejarah penting karena menjadi saksi wujud dari ramalan "Mbesuk ana betik mangan manggar". Banjir bandang menimpa Banyumas, jejak-jejak peristiwa yang terjadi sekitar tahun 1861 itu ditorehkan di tembok rumah keluarga Ong Keng Saey  dalam bentuk garis batas banjir setinggi 5 meter dan tertulis tanggal 21 Februari 1860.  Rumah inilah yang menjadi prasasti mengapa ibukota Banyumas dipindahkan ke Purwokerto sebabnya salah satunya adalah karena banjir.

Saat itu, pada suatu hari, di Kota Banyumas  langit mendung kelam. Awan hitam berarak menutupi langit, angin menderu-deru, kilat bolak-balik jelalatan mak leb ... leb dan tiba-tiba glegaaaarrrrr .... suara bledhek, geludug dahsyat mangantar-antar  gembrebek nggegirisi pisan.

 Tak lama kemudian ada suara bergetar di langit,  "Hai anak putuku kabeh neng Tlatah Banyumas!  Padha  degatekna, ya! Mbesuk mben, neng Banyumas, mengko sewiji dina arep ana betik mangan manggar!  Ana betik mangan  manggar ...!!!"

Begitulah menurut dongeng mite yang diceritakan para orang tua kepada anak cucunya yang berkembang di masyarakat Banyumas. Ada ramalan yang mengatakan bahwa kelak akan ada ikan betik yang akan memakan manggar yaitu bunga kelapa. Peristiwa itu menjadi catatan sejarah kelam kota Banyumas yang dikenal dengan nama Blabur Banyumas.

Ada kisah keanehan saat Kota Banyumas tergenang banjir. Kisah ini berkaitan dengan Pendhopo Si Panji yang dibangun pada tahun 1706 oleh Raden Adipati Panji Gandhakusuma yang sebelumnya bernama  Raden Mertawijaya.  Raden Adipati Panji Gandhakusuma  adalah putra Adipati Yudhanegara I yang saat menjabat bupati Banyumas bergelar Adipati Nunggak Semi Yudhanegara II.  Bupati Banyumas ke-7 (1707-1743).

Saat banjir menenggelamkan Kota Banyumas kompleks Pendhopo Si Panji menjadi tempat pengungsian para korban banjir. Ketika banjir surut Pendhopo Si Panji tetap utuh tak ada kerusakan. Padahal, bangunan dan rumah-rumah di sekitar pendhopo rusak, roboh berantakan.

Seiring pindahnya ibukota Banyumas ke Purwokerto pada tanggal 5 Maret 1937 Saka Guru Pendhopo si Panji pun ikut diboyong. Tetapi boyongan pindahan Pendhopo si Panji pantang menyeberang, melewati Sungai Serayu. Bagaimana rute jalan pindahan Pendhopo si Panji ke Purwokerto yang  tidak boleh melewati Sungai Serayu ini, entahlah.

Boyongan saka guru Pendhapa Si Panji itu diperingati sebagai perayaan Hari Jadi Banyumas setiap tanggal 22 Februari. Boyongan saka guru Pendhapa Si Panji itu dinamai Rengos Boyongan Duplikat Saka Guru Pendhapa Si Panji berupa arak-arakan. Replika Saka Guru Pendapa Si Panji  digotong bersama-sama oleh masyarakat secara sambatan atau rengos.  Kesenian masyarakat di masing-masing wilayah juga turut berpartisipasi mengiringi boyongan ini secara estafet.

Begitulah riwayat Blabur Banyumas yang terjadi bertepatan dengan hari jadi Banyumas. Oleh Pemkab Banyumas dijadikan arak-arakan Rengos Boyongan Duplikat Saka Guru Pendhopo si Panji. Semoga nanti Rengos Boyongan Duplikat Saka Guru Si Panji ini dijadikan peringatan tragedi Blabur Banyumas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun