Mohon tunggu...
Saeran Samsidi
Saeran Samsidi Mohon Tunggu... Guru - Selamat Datang di Profil Saya

Minat dengan karya tulis seperi Puisi, Cerpen, dan karya fiksi lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dibutuhkan Rubrik Sastra Penginyongan

13 Februari 2019   15:34 Diperbarui: 13 Februari 2019   22:55 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lha ... lha ... mengko dhisit. Jane sing aran sastra penginyongan kuwe jane sing kaya apa? Sastra penginyongan, sastra banyumasan atau sastra ngapak? Yaah, menggunakan istilah sastra penginyongan karena untuk menetralisir perdebatan soal tafsir istilah. Ngapak jere anu ngina, merendahkan. Bahasa ngapak sebagai bahasa para sudra. Bahasa yang dipakai para abdi, punakawan atau PRT atau lebih mentereng bahasa yang dipakai para pelawak.

Kalau menggunakan istilah Banyumas atau banyumasan terkendala masalah geografis. Ini menyulitkan distribusi majalah Ancas, demikian penjelasan Ahmad Tohari. Wilayah Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara yang sebenarnya termasuk wilayah Banyumas Raya saja keberatan apalagi Kebumen, Bumiayu, Brebes, Pemalang. Maka dipakai bahasa penginyongan yang mencakup tlatah budaya penginyongan.

Jadi sastra penginyongan adalah karya sastra yang ditulis oleh penulis siapa pun dari mana pun yang menggunakan bahasa Banyumas. Eh, bahasa penginyongan yang dipakai dari ujung timur selatan (Kebumen) selatan barat (Majenang) pesisir barat utara, Brebes, Pemalang. Pokoknya Tlatah Penginyongan, lah. Apakah itu berupa novel, cerkak, guritan, dongeng, esai, ataupun drama. Nah, kados niku.

Bertepatan dengan tutup tahun 2018, tanggal 31 Desember 2018, Kembang Glepang buku antologi karya sastra para penulis Banyumas diluncurkan di Pendopo Wakil Bupati Banyumas.

Buku setebal 342 halaman yang diterbitkan oleh Dinporabudpar Kabupaten Banyumas ini diinisiasi oleh Jarot C. Setyoko redaktur rubrik sastra Bendrong Kulon Harian Radar Banyumas.

Ada 28 penulis sastra Indonesia dan 38 sastra banyumasan yang terdiri dari 20 cerpen, 41 sajak dan 20 cerkak, 35 guritan. Para penulis umumnya berasal dari komunitas penulis kampus di Purwokerto. Komunitas Penyair Institut (KPI) Universitas Muhammadiah Purwokerto dan SKSP (Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban) IAIN Purwokerto. Para penulis sastra di luar dua kampus itu antara lain adalah dari komunitas sastra seperti; KataSapa Purbalingga, TPF (Tlacapan Poetry Forum) Kroya, Garba Aksara, Pondok Pena An-Najah, Pena Mas dll. dan para penulis lepas.

Yang menarik dari buku Kembang Glepang adalah dimuatnya 20 cerkak dan 35 guritan yang ditulis oleh 40 penulis sastra penginyongan. Dibanding dimuatnya 20 cerpen dan 41 sajak karya 31 penulis, maka Kembang Glepang lebih banyak memuat para penulis sastra penginyongan. Lalu, apakah para penulis sastra penginyongan memiliki komunitas untuk mengasah kemampuan mereka untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas karya mereka?

Kalau para penulis sastra Indonesia di wilayah lokal bisa ditampung di rubrik budaya Bendrong Kulon Radar Banyumas setiap hari Minggu. Puisi, cerpen dan esai, lha, karya sastra pengiyongan bisa dipublikasikan di mana? Oh, ya. Di majalah Ancas yang dikelola oleh Kang Ahmad Tohari dkk. tetapi terbit sebulan sekali. Rasanya kurang untuk menampung tulisan sastra penginyongan.

Para penulis sastra Indonesia, para penyair, cerpenis Banyumas bisa mempublikasikan di media cetak di mana saja. Baik yang regional seperti Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat dan kelompok Radar di seluruh Indonesia. Lebih hebat lagi kalau bisa dimuat di Kompas atau Horizon. Lha, para penulis sastra penginyongan, bagaimana?

Ada beberapa media cetak regional yang membuka rubrik banyumasan, seperti; Mendhoan di majalah Jaka Lodang. Kedaulatan Rakyat, dan Mekarsari, serta Penyebar Semangat. Kalau Mbleketaket di RadarMas hanya memuat kolom untuk internal.

Kemudian ada Bapane Blokeng yang diasuh Didi Wahyu almarhum di Suara Merdeka dilanjutkan Harmas, itu pun kolom dan kini juga almarhum. Oh, ya. Satelit Post pernah memuat novel Geger Wong Ndekep Macan karya Hari Widianto secara bersambung yang juga mengasuh rubrik Gaul Banyumasan setiap Kamis di koran yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun