Mohon tunggu...
Saeran Samsidi
Saeran Samsidi Mohon Tunggu... Guru - Selamat Datang di Profil Saya

Minat dengan karya tulis seperi Puisi, Cerpen, dan karya fiksi lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bimbingan Belajar Kilat Jadi Santri Raih Gelar Ulama

20 September 2018   15:33 Diperbarui: 20 September 2018   15:51 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para  pelajar yang ingin meraih NEM (Nilai Ebtanas Murni) tinggi agar bisa menembus sekolah favorit SMPN/SMAN ataupun PT pastilah belajar dengan keras siang malam.

Mengikuti tambahan belajar di sekolah hingga pulang sampai menjelang mahgrib. Merasa masih kurang dan belum pd ya tentu  ikut mendaftar ke bimbingan belajar kenamaan seperti Primagama, Ganesya Operation, Neutron, Sony Sugema dll.

Bagi mereka yang ingin meraih gelar srata satu, master bahkan doktor, baik itu sarjana ekonomi, teknik, hukum, dll. tentu ingin diterima di perguruan tinggi ternama seperti, UI, IPB, ITB, UGM, ITS, Undip  dll. atau bila anak milyader, anak kongklomerat atau anak pejabat tinggi, ya mencari perguruan tinggi prestis di luar negeri, Amrik, Inggris, Prancis, Jepang, Australia atau yang terdekat Singapura, menuntut ilmu sampai Negeri China.

Ingin meraih cita-cita setinggi langit? Tirulah langkah Sandiaga Sallahudin Uno. Lho? Ya, iyalaaah .... pendidikannya hebat, tamatan SMA Katholik Pangudi Luhur Jakarta. Ia meraih gelar strata satu Business Administration The Wichita State University, Kansas AS 1990 dan Master Business Adminstration, The George Washington Univercity, Washington, USA, 1992. Mulus ... cemerlang pendidikannya. Hebat bukan?

Atau ... lha yang ini, yang dari kecil sekolah di MI, MTs, MA tinggal di pondok pesantren bertahun tahun mempelajari kitab kuning lalu melanjutkan ke UIN, STAIN atau  IAIN yang  otomatis meraih gelar santri, ustad ustajah atau ulama yang sekarang gelar itu lagi laku keras. Ah, apa ia? Makanya, tirulah Sandiaga Uno, Bung, Mbak!

Gus, santri, ustad, ulama,

Ngga usah sampai kyai, tuanku guru apalagi habib terlalu tinggilah. Bagi anak kyai atau anak mantunya pemilik pondok pesantren otomatislah dapat panggilan Gus. Tapi sekarang lagi njeprah gelar atau panggilan Gus ada di pergaulan nyata apalagi di sosmed.

Teman saya menulis inisialnya di FB Gus Wah, akhirnya teman-teman dekatnya memanggil Gus Wah. Padahal itu singkatan dari nama aslinya Agus Wahyudi, aktivis Gereja Kathedral Kristus Raja. Barangkali karena ikut aktif di Gusdurian, nama baptis FA, diubah menjadi Gus Wah, biar dikira anak kyai pengasuh pondok pesantren di Jatiwarno, Klaten.

Ada lagi politisi lokal yang tadinya PPP dan pernah jadi anggota DPRD fraksi PKB dipanggil kelompoknya Gus Mukson. Apakah Muksonudin ini juga anak kyai pondok pesantren, karena yang saya tahu rumah dan keluarganya jauh dari pondok pesantren. Yang jelas Mukson memang seorang santri, karena fasih membaca Al Quran. Pokoknya inisial Gus mewabah ditambahkan pada sebuah nama.

Nah, kalau ustad-ustajah bagaimana? Teman-teman guru PAI baik di SD, SMP dan SMA patut menyandang ustad-ustajah. Guru-guru di sekolah IT (Islam Terpadu) seperti di Perguruan Al Irsyad semuanya dipanggil ustad atau ustajah. Sampai-sampai tetangga saya yang Satpam dan sopir sekolah dipanggil para siswa SMP Al Irsyad tempat ia bekerja juga dipanggil ustad.

Siki, yuh  padha dopokan (obrolan) tentang ulama. Dulu istilah ini digandengkan dengan alim, menjadi alim ulama. Tapi, baiklah ditunda dulu  dopokan tentang alim ulama ini agar tidak mbingungi atau mumeti. Sebaiknya saya kutip masalah ulama dan  santri dari orang yang menggelari orang sebagai ulama atau santri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun