Mohon tunggu...
Saeran Samsidi
Saeran Samsidi Mohon Tunggu... Guru - Selamat Datang di Profil Saya

Minat dengan karya tulis seperi Puisi, Cerpen, dan karya fiksi lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita China Bada

15 Februari 2018   17:45 Diperbarui: 15 Februari 2018   18:45 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Ini kisah lama, tulisan kolom, sebelas tahun yang lalu yang pernah dimuat di koran lokal Radar Banyumas tahun 2007.  Yang  merupakan harapan tetap terwujudnya pendidikan multikultur yang mengeratkan tali persaudaraan antaretnis, menyemarakan harmonisasi dan solidaritas warga, memberikan makna dan harapan yangpalingdalam. Tentang  harapan makin menyuburnya benih-benih persaudaraan dan keterbukaan budaya  yang menjadi ciri khas Wong Banyumas, saling melebur menjadi Banyumas Satria.

Semoga di tengah banalitas politik identitas saat ini yang memuntahkan amunisi-amunisi SARA demi merebut kekuasaan, Banyumas tak tertular virus itu. Banyumas tetap damai, adhem, tenang tak bergolak seperti Gunung Slamet dan Sungai Serayu yang selalu  memberikan perlindungan dan kedamaian bagi Tlatah Penginyongan Banyumas raya. Amin, ya roballallamiiiin ....

Pak Banjir ikut menghadiri perayaan tahun baru China 2558, perayaan Imlek yang memasuki tahun babi api di sekolah anaknya yang bersekolah di momunitas multikultur. Malam itu suasananya meriah sekali. Warna merah dan kuning keemasan dominan sekali. Baik pada lampion, kain warna merah yang ditulisi huruf China ataupun baju-baju merah para pengunjung, para siswa dan orang tuanya serta undangan. Gong Xi Fa Cai (Semoga Tambah Sejahtera ) Xia Nian Kuai Le ( Selamat Tahun Baru) 2558, tidak saja tertera pada tulisan dan spanduk namun juga diucapkan sambil berkata pay-pay, kiong hi lalu mengepalkan kedua tangan digerak-gerakan. Suasana ikatan persaudaraan kental sekali.

" Kiye, yang namanya  bada China, Njir ! " Seng Kim, teman sekolah SMP dulu, masih dablongan menyapa Pak Banjir.

" Bada China kepriwen ?" Pak Banjir bertanya.

"Komunitas Tionghoa ya punya bada, seperti  bada-bada liyane" Siem Giok Sim, ikut menyambung. Teman-teman lama Pak Banjir zaman sekolah dulu umumnya datang menghadiri perayaan Imlek di almamaternya. Ada Nyo Seng Kim, Sim Giok Sim, The Hok Swan, Lie Yung Beng, nama-nama China, Pak Banjir malah masih bisa mengingatnya. Dulu belum banyak orang China memakai nama Indonesia.

" Apike neng Purwokerto kiye, ya, ada empat bada. Jan, guyup rukun pisan " Giok Sim menjelaskan. " Badane rika Pak Banjir, Hari Raya Idul Fitri. Merry Chrismast & Hapy New Year, badane kaum Nasrani, Grebeg Suran, badane wong Kejawen, terus Imlek, sing bisa diartikan  badane China "

Perayaan Sin Nien ( Tahun Baru Imlek atau Pesta Musim Semi ) di Purwokerto yang dilaksanakan secara terbuka dan dihadiri berbagai kalangan, ya baru pertama kali dilaksanakan di sekolahnya Ci Poet, anaknya Pak Banjir.

Dulu, zaman Orde Baru, ekspresi kultur Tionghoa dikerangkeng. Baru setelah Presiden Gus Dur pada masa pemerintahannya membuat Inpres No. 4 Tahun 1999 yang mengatur mengenai pencabutan SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia) maka berbagai kegiatan yang berhubungan dengan ekspresi budaya China tak lagi dilarang. Kepres No. 56 Tahun 1996 pun dijalankan oleh aparat pemerintahan. Tidak heran Gus Dur diangkat jadi Bapak China Indonesia.

Dhung ... dhung ... dhung ... creng ! Dhung ... dhung ... dhung ... creng ! jidur (tambur) dan kencreng (cana)  ditabuh untuk mengiringi barongsai Fat  San dan Hok san yang berwarna merah (ceria) dan kuning (kemakmuran) berakrobatik di lapangan basket sekolah. Rombongan liong dan barongsai yang dipimpin Koh Mantep alias Lie Hok Beng sengaja didatangkan sekolah untuk memeriahkan pesta yang sarat kosmik, cultural dan spiritual. Makib beragam ketika para siswa menampilkan tari jawa tradisional yang dikemas bernuansa China. Malam itu benar-benar acara bada China yang menyatukan berbagai kultur dalam ikatan persaudaraan.

Pak Banjir jadi bernostalgia dengan teman-teman sekolahnya dulu yang mayoritas Tionghoa. Kesan terhadap komunitas Tionghoa Banyumas adalah, kasar (ucapan, bahasa). Wong Banyumas saja coag, dablongan, apalagi Chinanya. Begitu ungkapannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun