Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kampanye Pornografi & Amoral Pemilu 2014

22 Maret 2014   00:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:38 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hajatan 5 tahunan seluruh partai digelar setelah masa kampanye di buka 16 Maret yang lalu, berbagai atribut dan model kampanye disuguhkan seluruh partai ke masyarakat. Seluruh rangkaian kampanye tersebut hanya untuk satu tujuan yaitu "agar partai dan calegnya dipilih masyarakat di 9 April 2014 dengan tetap mengikuti aturan main yang ditetapkan KPU dan mendapat pengawasan Banwaslu.

Tentu masyarakat dan kaum intelual yang mapan cara berfikir dan bersikapnya berharap seluruh partai politik tidak hanya mengedepankan pengaruhnya terhadap masyarakat, namun harus memberikan nilai nilai posisitif, mendidik dan sportifitas sehingga tercipta pemilu yang damai, cerdas dan mengesankan.

Tentu?masing masing partai memilki kualitas dan sudut pandang sendiri dalam memaknai kampanye dan itu menjadi ukuran kualitas partai dan jati dirinya. Harus di bedakan antara kampanye dengan tidakkan amoralitas khususnya pada saat kampanye. Sehingga kampanye benar benar menjual idiologi, program, visi dan gagasan besar untuk membangun Indonesia, sehingga masyarakat ikut larut dalam emosional masalah bangsa dan bagaimana ikut larut meneyelesaikanya, bukan sebaliknya, yaitu masyarakat diajak larut dalam pragmatisme dan emosional dalam pembodohan politik/tanpa ada pendidikan politik.

Ada beberapa catatan penting dalam sepanjang kampanye partai sepanjang sejarah yang tidak mengarah pada pendididkan politik dan mengarah pada tindakkan amoral yang dipertontonkan partai dalam kampanye terbuka. Beberapa tindakkan yang kurang baik dan merusak tersebut adalah:

Pertama, Kampanye yang diwarnai dengan minum minuman keras sekaligus dipadukan dengan musik  musik berbabau pornografi dan mengundang nafsu syahwat peserta kampanye.

Kedua, menampilkan jurkam jurkam yang tidak mencerminkan sebagai bangsa timur dan beragama yaitu dengan mengumbar dan bahkan mengumbar aurat dihadapan peserta kampanye. Tradisi ini sudah bukan rahasia umum, seolah tidak ada cara lain yang lebih elegan yang bisa diberikan dan disajikan untuk peserta kampanye.


Ketiga, Jurkam masih belum puas dan berhenti dalam orasinya yang selalu menjelek jelekan/mendeskriditkan partai atau caleg lainya di depan peserta kampanye. Padahal cara cara yang seperti ini akan berujung pada konflik horizontal dan merupakan cara cara tidak fair atau tidak sportif. Sehingga muatan kampanyenya jauh dari subtansi yang diharapkan peserta kampanye.

Keempat, saat kampanye menggunakan jargon jargon yang selalu berualang ulang dilakukan dari masa kemasa, mislanya menyatakan dengan partai yang bersih dan mengutamakan kepentingan rakyat, namun dalam kenyataanya partai atau personal yang terpilih  tidak memenihi janji janjinya atau bahkan merampok hak rakyat. Partai tersebut menyatakan bersih dari korupsi, namun catatan masa lalunya justru jago korupsi. Jadi gaya kampaye yang seperti ini ibarat jualan sampah atau basa basi.

Kelima, melakukan bagi bagi uang saat kampanye atau saat mendatangi pemilih/rakyat agar memilihnya. Tardisi ini hingga sekarang masih terjadi dan bukan rahasia umum, sementara pada saat yang sama sangsi tidak pernah tegas dari Banwaslu.Tidak dalam jumlah sedikit uang yang ditabur ke masayakat demi untuk mendapatkaan kursi caleg, kepalaa daerah atau memenangkaan partainya. Padahal jika uang tersebut dialokasikan untuk menyelesaikan masalah masalah infrastruktur sosial dan umum jauh lebih bermanfaat dari pada dengan cara seperti sekarang. Untuk kasus ini KPU atauBawaslu harus lebih seriu mengkaji, karena jika dibiaarka akan berimplikasi pada 2 hal:(1) pemilih/masyarakat memilih bukan karena track record dan visi partai dan caleg, namun lebih mengedapnkan seberapaa uang yang ia dapatkan, (2) tidak terbentuknya pendidikan politik yang baik, karena pemilih emosional dalam menentukan pilihanya, (3) pemeberi uang akan berupaya untuk mengembalikan uangnya disuatu saat jikasudah terpilih dengan cara cara yang tidak legal, misalanya korupsi atau memeras uang negara melalui jabatanya. Jadi akar masalah korupsi lahir dari money politik dan hal itu luput dari tindakkan Banwaslu dan lembag lembaga pemaantau lainya.

Keenam, melalui iklan iklan media baik cetak dan elektronik yang tidak obyektif dan realistis bahkan sangat terkesan dramatis. Ini dampaknya jauh lebih besar dari pada kampaanye terbuka atau tertutup, karena jumlah masyarakat yang mendengar, membaca dan melihat jauh lebih besar yaitu ratusan juta. Iklan yang sama subtansinya tidak jauh berbeda dari iklan jelang pemilu pemilu sebelumnya, yaitu pengulangan yang tidak memberikan pencerdasan, namun hanya bermotif mempengaruhi pemikiran dan perasaan masayakat namun jauh dari pendidikan politik atau hanya memamerkan partai dan kader kadernya bukan capaian keberhasilan dan kinerjanya.

Secara umum pendekatan dan prilaku partai dalam melakukan kampanye belum ada perubahan yang semakin mengarah pada pendidikan politik masyarakat, justru yang terjadi sebaliknya. Padahal kualitas demokrasi sangat berpengaruh dari kualitas partai kemudian kualitas partai akan mempengaruhi kualitas kebijakan dan dampaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun