Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Desa, Duit Negara Dirampok

15 November 2017   03:30 Diperbarui: 15 November 2017   04:33 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi: Intim News

"Review problem publik dibalik program pengembangan pembangunan dan kebijakan publik, prospek perubahan dan penataan serta pengelolaan bukan lagi langkah taktis dan strategis disatu sisi. Tetapi,  disisi lain melebarnya ruas-ruas problem mendasar menjadi tidak dihindari dan mencederai tujuan perbaikan dan rencana pemerintah mendorong perubahan"

Tahun 80an masa orde baru, desa menjadi objek penting dalam mendorog pembangunan dan ekonomi Negara. Pertanian dan peternakan maupun perkembunan kala itu menjadi perioritas utama skala nasional. 

Kenyamanan dan kesejahteraan mendapat jempol walaupun kondisi ekonomi saat itu berada pada posisi menuju transisi. Sedangkan Kota sangat di perhitungkan,  laju perkembangan dan percepatan pembangunan kota hanya akan memproduk sumber daya manusia yang setengah praktis menuju politik modern.

Sampai pada masa reformasi pemerintahan indonesia. Desa masih menjadi bagian vital untuk mendorong kemajuan kota. Kesejahteraan dan ketentraman desa lagi-lagi mendapat jempol. Itu hanya sisi positifnya karena desa dianggap sebagai penopang utama perekonomian nasional. 

Disisi lain secara negatif,  lebel kemiskinan dan ketertinggalan masih melekat pada desa. Pertanyaannya. Mengapa harus desa yang menjadi objek yang sering di pinggirkan? 

Sejauh ini belumlah ada jawaban yang tepat untuk pertanyaan diatas. Padahal ukuran pertumbuhan pembangunan kota sesungguhnya di topang dari desa. Belum lagi masalah sumber daya manusianya. Tetapi dewasa ini desa menjadi tidak begitu penting dalam memberikan kontribusi. Menyalahi sebab ketertinggalan dan seakan desa adalah sumber utama kemacetan ekonomi di bangsa ini terjadi. 

Pendidikan di kota mendorong kualitas sumber daya yang berkompeten, di desa hanyalah keping perhatian pemerintah mengalihkan simpati semu kepada daerah dan atau provinsi agar ikut berpartisipasi mendorong kemajuan dan kesejahteraan di negara ini. Otonomi daerah di berlakukan sebagai regulasi dan aturan menata serta mengelola daerah sebaik mungkin mengejar ketimpangan yang terjadi. 

Begitu otonomi daerah berlaku adil dalam penataan pembangunan daerah, pendidikan menjadi hal utama kemandekan pada sisi memproduksi sumber daya manusia yang memadai dan terampil seperti dampak pembangunan pendidikan di kota. 

Dari titik inilah bermulanya program-program pemberdayaan mulai memasuki desa dengan tujuan menopang kemajuan. Segala bentuk upaya telah dilakukan oleh pemerintah adalah sebagai bentuk upaya rill mendorong desa menjadi lebih maju agar dapat memberikan lebih banyak lagi kontribusi untuk perkembangan pembangunan ekonomi. 

Data BPS perSeptember 2016, penduduk miskin Indonesia mencapai (10,70%) atau 27,76 juta orang,  data ini menunjukan bahwa ketidak berdayaan desa semakin terlihat bila di bandingkan dengan kota. Perbandingan 27,76 juta penduduk miskin pedesaan dan 10,49 jumlah penduduk miskin kota. 

Proporsi dalam hitungan data ini dapat kita lihat data BI mengutip laporan laporan United Nations Word Urbanization Prospects tahun 2014 dalam tulisan Desa Kita: Djadjat Sudradjat pada Media Indonesia jumat 04/08/2017 mengemukakan perbandingan dari data BI tersebut adalah setiap 1% urbanisasi di indonesia hanya berkontribusi 2% pertumbuhan PDB. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun