Mohon tunggu...
Sadida Faza
Sadida Faza Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sosiologi FISIP UMM

Mahasiswa Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kegiatan Pembangunan Resor Komodo, Tidakkah Membahayakan Keselamatan Reptil?

25 Januari 2021   09:22 Diperbarui: 27 Januari 2021   22:03 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Taman Nasional Komodo yang terletak di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur merupakan satu dari sekian situs warisan dunia UNESCO yang membentang melintasi Pulau Komodo, Pulau Rinca, Gili Montang, dan Gili Dasami. 

Taman Nasional Komodo didirikan pada tahun 1980 dan ditetapkan sebagai World Heritage Site dan Man and Biosphere Reserve oleh UNESCO pada tahun 1986 karena keunikan dan kelangkaannya (indonesiabaik.id). Konservasi Taman Nasional Komodo dibangun dengan tujuan untuk melindungi seluruh keanekaragaman hayati, yaitu komodo yang semakin lama semakin mengalami kepunahan agar dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik di habitat aslinya.

Pada tahun 2020 silam, pemerintah menggencarkan rencana untuk membangun resor komodo atau disebut dengan 'Jurrasic Park' ala Indonesia. Pemerintah beranggapan bahwa pembangunan resor komodo tersebut nantinya akan memberikan dampak yang besar bagi kunjungan wisatawan di Pulau Rinca. Rencana pembangunan resor komodo pertama kali dicetuskan oleh Luhut Binsar Pandjaitan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Kemaritiman tahun 2019.

Rencana pembangunan resor komodo di Pulau Rinca merupakan bagian dari kampanye pariwisata yang disponsori oleh pemerintah dan merupakan bagian dari rencana pembangunan kembali perekonomian Indonesia setelah terdampak pandemi. Pembangunan resor komodo tersebut dimaksudkan sebagai destinasi wisata premium, yang berarti pembangunannya diprioritaskan dengan harapan akan menghasilkan pendapatan yang sama seperti destinasi lain yang ada di Indonesia, contohnya seperti Bali.

Pembangunan resor komodo dijalankan dengan konsultasi yang telah dilakukan terlebih dahulu antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan UNESCO untuk memastikan bahwa pembangunan tersebut tidak akan mengganggu upaya konservasi yang telah ada di Pulau Rinca. Penilaian dampak lingkungan bahkan juga telah dilakukan. 

Namun, proyek pembangunan resor komodo tersebut mendapat kritik dari banyak aktivis dan kelompok kesejahteraan lingkungan. Salah satunya yaitu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau yang disebut WALHI. WALHI menyebut tidak perlu dilakukan proyek pembangunan apapun di area konservasi komodo di Pulau Rinca yang justru akan membuat ekosistem alami komodo mengalami perubahan sehingga dapat mengancam keberadaan komodo.

Faktanya, telah beredar sebuah foto yang memperlihatkan seekor komodo tengah berhadapan dengan truk yang digunakan untuk proyek pembangunan. Foto yang tersebar itu dinilai tidak memperhatikan keselamatan komodo yang ada di Taman Nasional Komodo khususnya di Pulau Rinca. Hal itupun menimbulkan munculnya tagar #SaveKomodo pada media sosial twitter dan sontak menjadi perbincangan masyarakat pengguna twitter bahkan merambah pada pengguna media sosial lainnya seperti instagram. 

Hal tersebut membuktikan bahwa adanya rasa ketidaknyamanan komodo terkait proyek pembangunan yang tengah dilakukan oleh pemerintah. Peneliti juga menilai bahwa proyek pembangunan resor komodo yang dilakukan tidak sesuai dengan nilai konservasi yang bersifat tidak ramah lingkungan.

Mengutip sebuah konsep dari salah seorang tokoh sosiologi bernama Max Weber yaitu mengenai tindakan sosial, khususnya tindakan sosial afektif. Tindakan afektif merupakan sebuah tindakan yang dilakukan dengan dorongan emosi, dan tentunya dilakukan dengan pemikiran yang irrasional (tidak rasional) (Ritzer & Goodman: 2011). Kegiatan pembangunan resor komodo yang dilakukan oleh pemerintah tersebut nampaknya tidak memenuhi konsep yang digagas oleh Max Weber mengenai tindakan afektif. Sebaliknya, tindakan afektif ditunjukkan oleh masyarakat yang mengecam adanya pembangunan resor komodo.

Mereka merasa kegiatan pembangunan yang dijalankan dengan membawa masuk truk rekonstruksi yang tidak sedikit tersebut dapat menimbulkan dampak yang besar terhadap keselamatan dan kenyamanan komodo yang ada di Pulau Rinca. Selain itu, komodo juga tidak bisa merasakan habitat aslinya seperti sebelumnya sebagai akibat dari banyaknya kendaraan proyek yang masuk dan lalu lalang di area konservasi komodo Pulau Rinca untuk pertama kalinya. Hal-hal itulah yang membuat masyarakat menyayangkan adanya proyek pembangunan resor komodo yang tidak berlandaskan pada nilai konservasi.

Pemerintah seharusnya mempertimbangkan hal-hal sedemikian rupa sedari awal adanya recana untuk membangun resor komodo yang ada di Pulau Rinca tersebut. Apabila pemerintah ingin komodo tetap dilestarikan, maka seharusnya pula pemerintah menjaga kelestarian konservasi agar tetap komodo dapat tetap berkembangbiak dengan baik di habitat aslinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun