Mohon tunggu...
Sadam Syarif
Sadam Syarif Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis jalanan

Suka ngopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Revolusi Intelektual dan Moral

4 Juni 2020   07:51 Diperbarui: 4 Juni 2020   08:47 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tindakan pembatalan terhadap kegiatan seminar online yang diadakan oleh mahasiswa Fakultas Hukum UGM pada beberapa hari lalu menjadi trending topik pembicaraan publik. Pembatalan yang diikuti dengan tindakan meneror dan ancaman kepada penitia pelaksana dan pembicara ini menuai kritik dari banyak pihak yang merasa risih dengan pendekatan oknum rezim yang berlebihan. Demokrasi yang diagung-agungkan ternyata tidak seindah harapan. 

Kebebasan berekspresi dan berpendapat bahkan di panggung-panggung akademik masih menjadi momok yang menakutkan bagi rezim. Dan kasus UGM ini tentu bukanlah yang pertama terjadi selama hampir 6 tahun belakangan. Terakhir, Yang tidak kalah hebohnya adalah soal penangkapan mantan perwira TNI bernama Ruslan Buton, turut mengkonfirmasi bahwa demokrasi Indonesia sedang dalam krisis yang serius. 

Fase demokrasi, dalam teori terjadinya negara, selalu berpotensi bertransformasi menjadi fase yang oleh para ahli hukum tata negara sebagai era penyelewengan daripada democratische Natie, jika tidak boleh disebut sebagai fase dictatuur (Dictatum) yang dikaji oleh para sarjana Jerman. Dalam konteks ini, apa yang pernah diungkapkan oleh Max Weber akan menjadi relevan, bahwa kekuasaan adalah kesempatan untuk melaksanakan kehendak Anda dalam konteks sosial.

Fenomena demokrasi Indonesia di awal periode kedua presiden Joko Widodo memang diprediksi akan menjadi tumbal daripada hasyrat akan target pertumbuhan ekonomi nasional. Selain juga terdapat obsesi politik elit partai penguasa yang ingin mempertahankan kekuasaannya secara mutlak. 

Diusulkannya untuk kembali menghidupkan GBHN dan menaikan batas presidential threshold. Lalu disusul dengan beberapa Skema RUU yang berpotensi akan menjadikan demokrasi Indonesia terhegemoni oleh sedikit elit politik yang lebih merupakan pelaku pasar dan sohib para oligarki. Dalam situasi demokrasi seperti ini,  maka yang terjadi adalah rentan dan rendahnya kualitas kebijakan politik dan performa kebernegaraan penyelenggara negara dalam mewujudkan cita-cita nasional.

Akibatnya, level politik politisi yang oleh Amien Rais disebut dengan politik kualitas rendah (low politics) ini didekati dalam perspektif Machiavellian: bahwa politik disikapi dengan kekerasan; penaklukan total atas musuh-musuh politik dinilai sebagai kebijakan puncak (Summum bonum). Perilaku politikpun diasosiakan dengan insting binatang buas, dengan membenarkan tindakan segala cara untuk mencapai dan mempertahankan posisi kekuasaan politik.

Anthony Giddens dalam The Constitution of Society, mengajukan sebuah pertanyaan penting, tentang apakah yang hakikat hubungan logis antara tindakan dan kekuasaan? Meskipun jawaban daripada pertanyaan ini akan begitu kompleks secara kontekstual, namun hubungan dasar yang terlihat biasa dengan mudah ditunjukan. Bahwa, atas tindakan penyelewengan nilai demokrasi oleh kekuasaan, civil society harus mampu "bertindak sebaliknya", dengan melakukan intervensi dan mempengaruhi proses ketika sedang terjadi keadaan yang khusus (krisis atau darurat). 

Dalam konteks Indonesia hari ini yang tengah dilanda krisis multidimensional, khususnya krisis demokrasi, peran serta civil society dalam meredam hegemoni elit politik, rezim dan oligarki menjadi penting untuk dipertimbangkan. Andil para intelektual dan pemuda mahasiswa adalah harapan pembebasan atas hegemoni elit dan oligarki yang telah membawa bangsa ini terpuruk ke dalam jurang peradaban. 

Dalam The Prison Notebooks, Antonio Gramsci merekomendasikan kita dalam melaksanakan tugas menciptakan hegemoni baru, berlawanan dengan apa yang dilakukan oleh kaum kapitalis (oligarki dan plutokrasi), hanya dapat diraih dengan mengubah kesadaran, pola pikir dan pemahaman masyarakat 'konsepsi mereka tentang dunia', serta norma perilaku mereka. 

Reformasi Protestan pada abad 16 dan Revolusi Perancis, menjadi diskursus dan latar peristiwa penting tentang besarnya pengaruh kaum intelektual. Sehingga Gramsci mengambil istilah Revolusi Intelektual dan Moral dari penulis Perancis George Sorel.

Indonesia tentu memiliki sejarah revolusi dan reformasinya tersendiri. Revolusi dalam mengusir kolonialisme sekaligus Reformasi terhadap perilaku diktatorship rezim orde baru. Di era reformasi, Indonesia dalam proses transisi demokrasinya yang panjang, tidak lantas menjadikan bangsa ini lebih beruntung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun