Mohon tunggu...
Sabinus Sahaka
Sabinus Sahaka Mohon Tunggu... Guru - Vivere est Cogitare, To think is to Live

Menulis... Merawat pikiran, mengasah logika, Mengungkap rasa dan fakta yang terpendam, Belajar kritis dan berkreasi, Membuka mata, tawarkan harapan, Menulis.... Meninggalkan jejak peradaban dalam guratan,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ada Apa di Balik (Wacana) Penghapusan Tunjangan Profesi Guru?

15 Februari 2021   14:39 Diperbarui: 15 Februari 2021   21:30 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam acara Ngopi Seksi, (Ngobrol Pintar Seputar Kebijakan Edukasi) yang pandu oleh seorang pemerhati Pendidikan,  Indra Charismiadji  dari Vox Populi Institute Indonesia dan Ki Bambang Pharmasetiawan  dari NU Circle  pada Minggu, 14 Februari 2021,  mempertanyakan rencana pemerintah menghapus tunjangan profesi guru.  

Wacana ini sebenarnya disampaikan pertama kali oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Totok Suprayitno dalam RDP Peta Jalan Pendidikan dengan DPR di Jakarta pada Rabu 27 Januari 2021. 

Ia menyampaikan bahwa pihaknya berencana untuk memberikan tunjangan hanya kepada guru yang berprestasi. Ia beralasan bahwa tunjangan belum memberikan dampak positif pada hasil belajar anak didik. Ia menilai bahwa tidak ada korelasi antara tunjangan profesi dengan hasil belajar.

Dalam diskusi yang berlangsung selama dua jam lebih, hampir semua pembicara setuju bahwa guru adalah motor penggerak pendidikan. Guru adalah sosok dibalik  berkualitas atau tidaknya sumber daya manusia. 

Karena guru dipandang sebagai tokoh sentral dalam menjamin mutu sumber daya manusia maka keberpihakan kepada guru wajib dilakukan oleh Negara sebagai pembuat aturan dan kebijakan pendidikan. Bahkan bila perlu profesi guru menjadi  profesi yang paling bergengsi dan diminati saat masuk  Perguruan Tinggi. Tetapi fakta menunjukan lain. 

Para pengambil kebijakan terkesan tidak serius bahkan bisa dikatakan "main-main" dengan profesi guru di Indonesia. Wacana penghentian tunjangan adalah salah satu wacana yang sangat mencederai semangat UU Negara Republik Indonesia No 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen. Dan lebih jauh dari itu melukai perasaan para guru pada umumnya dan para guru di Satuan Pendidikan Kerjasama pada khususnya yang sudah dihentikan tunjangan profesinya sejak tahun 2019. 

Ada pardoks antara semangat dan cita-cita  Presiden Jokowidodo membangun Indonesia maju tetapi kebijakkan yang diambil adalah mengamputasi semangat nasionalisme pendidikan dengan menghentikan tunjangan. Guru juga manusia biasa yang membutuhkan penghidupan yang layak, memiliki keluarga dan harus meningkatkan profesionalitasnya  lewat latihan dan pengembangan profesi.

Dalam pemaparannya, Ketua PB. PGRI Prof. Supardi mengatakan bahwa ada sejarah dan semangat yang dilupakan oleh para pengambil kebijakan terkait perumusan  UU No. 14 tahun 2005. Ia berkisah bahwa ide tersebut berasal dari Presiden ketiga RI, Alm. Prof. Dr. BJ. Habibie saat mengikuti kongres guru di Lembang-Bandung. 

Presiden Habibie kala itu melihat bahwa guru memiliki peran sangat strategis bagi pendidikan Indonesia. Ia kemudian mengusulkan agar profesi guru menjadi sebuah profesi yang memiliki daya tarik bagi anak bangsa sehingga banyak anak-anak bangsa ingin menjadi guru.

Dari sanalah cikal bakal UU No. 14 tahun 2005 yang direalisasikan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.  Ia menambahkan bagaimana sejarah pendidikan di jepang. 

Di Jepang setelah Hirosima dan Nagasaki dibom oleh tentara sekutu. Kondisi Jepang pada saat itu porak poranda dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya termasuk sumber daya manusianya. Kaisar Jepang, Hirohito kala itu tidak bertanya berapa jumlah tentara yang masih hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun