Nabi Ibrahim as meninggalkan kampung halamannya di Ur (kini masuk wilayah Irak bagian Selatan) dengan tujuan wilayah Kanaan (kini Jerusalem). Dan setelah itu, ia tak lagi pernah mudik ke kampungnya.
Ketika itu, Jerusalem belum menjadi pusat spritual. Mungkin masih berupa bukit yang tak berpenghuni secara permanen, dan secara sosial-ekonomi belum menarik untuk dijadikan tempat merajut kehidupan.
Kisah perjalanan Nabi Ibrahim pada sekitar tahun 2000-an Sebelum Masehi (SM) ini diceritakan dalam Alkitab. Dari Ur berjalan ke arah utara, mungkin menyusuri pesisir sungai Tigris dan/atau sungai Euphrat.
Sesampai di wilayah bernama Haran (kini masuk wilayah Turki bagian selatan), Nabi Ibrahim melanjutkan perjalanan ke arah Barat Daya, dan berhenti di wilayah yang kemudian dinamai Al-Quds (Jerusalem).
Rute perjalanannya membentuk garis setengah lingkaran mirip bulan sabit (lihat gambar ilustrasi).
Di luar alasan spiritual, bisa diasumsikan Nabi Ibrahim adalah seorang pengelana, yang mencari penghidupan dan lokasi domisili baru. Tak jauh beda dengan orang-orang kampung di Indonesia yang mencari penghidupan di ibukota negara.
Dan seorang pengelana yang sejati akan berhenti dan hidup lalu mati di titik yang memberinya harapan kehidupan baru: secara sosial, ekonomi dan spiritual (keagamaan) dan keamanan.
Saya belum pernah membaca teks kuno yang menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim pernah mudik ke kampung halamannya di Ur, Irak.
Karena itu, sebagai manusia biasa, Nabi Ibrahim adalah perantau dan pendatang di Jerusalem.
Zaman berganti, transportasi mengalami inovasi, dari keledai-kuda ke kereta kayu roda dua-dan-empat yang ditarik kuda-sapi-kerbau, kemudian roda dua-empat dan kereta api bertenaga uap yang berkembang menjadi kendaraan mesin berbahan bakar fosil lalu listrik dan kini pesawat terbang.