Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ta'ziyah Abriansyah

13 November 2019   14:42 Diperbarui: 13 November 2019   23:09 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Delima (The Lima) IAPIM (Ikatan Alumni Pesantren IMMIM Modern) kembali berduka yang dalam atas kabar wafatnya Sdr. Abriansyah, di Luwu Timur pada Senin, 11 Nop 2019. Abriansyah tiba-tiba mengalami kejang-kejang pada saat istirahat di ruangan Ketua DPRD Luwu Timur, seusai rapat membahas APBD. Dia menghembuskan napas terakhirnya di Puskesmas Malili.

Dalam catatan saya, Abriansyah adalah almarhum yang ke-15 dari IAPIM angkatan ke-5 (Delima), 1985. Dan yang lain, satu per satu pasti akan menyusul, jika saatnya telah tiba (siap-siap ma qi di!!!).

Dan tentu banyak hal yang sangat layak diceritakan ulang tentang seorang Abriansyah, yang akrab kami sapa dengan panggilan "Abri" saja.

Jauh sebelum tamat dari Pondok IMMIM, Makassar, tahun 1985, ketika sebagian dari kami seangkatannya terkesan masih bingung akan lanjut kuliah di mana, Abriansyah sudah final menentukan pilihan: lanjut kuliah di APDN (Akademi Pemerintahan Dalam Negeri) Makassar. Kalau tidak salah, Abriansyah satu-satunya alumni Delima yang lanjut di APDN. Karena itu, di antara alumni Delima, Abriansyah pula mungkin yang paling duluan bersentuhan dengan masyarakat melalui jalur formal. Pernah menjabat sebagai Kepala Kecamatan, dan terakhir sebelum meninggal, menjabat Kepala Bapelitbangda Kabupaten Luwu Timur, Sulsel.

Dokumen pribadi: foto Abriansyah (berbaju kotak-kotak, rompi biru) bersama penulis di Makassar pada sekitar akhir tahun 1984.
Dokumen pribadi: foto Abriansyah (berbaju kotak-kotak, rompi biru) bersama penulis di Makassar pada sekitar akhir tahun 1984.
Abriansyah termasuk sosok yang memiliki keunggulan alami (mungkin ini yang disebut aura atau kharisma), yang mampu membuat orang lain yang sedang marah menjadi tidak marah. Dengan gaya polos yang santun, Abriansyah mampu menaklukkan dan menarik perhatian hampir setiap orang. Dan kecerdesannya terlihat dari kemampuannya melucu untuk hal-hal yang sepele sekalipun. Komentar-komentar ringkasnya bisa membuat pendengarnya tertawa terbahak-bahak.

Singkat kalimat, di kalangan anggota Delima IAPIM, Abriansyah adalah sosok yang istimewa. Bahkan ketika baru masuk Pondok tahun 1979, Abriyansyah sudah tampak memiliki beragam talenta yang di atas rata-rata. Tidak aneh, Abriansyah merupakan salah satu angkatan Delima yang paling duluan populer di kalangan kakak-kakak kelas serta semua guru dan pengurus/pembina Pondok IMMIM.

Harus diakui juga bahwa salah satu pemantik popularitas Abriyansyah di Pondok adalah karena gantengnya, dan terutama juga karena namanya: Abriansyah. Penggalan kata "Abri" pada namanya membuat orang yang pertama mengenalnya akan terus mengenalnya. Nama pemberian orangtuanya sangat unik. Saya tidak pernah mendengar atau memastikan latar belakang penamaan Abri itu. Tapi sekedar diketahui, di tahun-tahun kelahiran angkatan Delima (1965-1966-1968), TNI masih disebut ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Barangkali saja, penggalan kata "Abri" pada nama Abriansyah itu mengacu pada ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Karena Abriansyah memang dilahirkan tepat hari ABRI, 05 Oktober.

Abri mungkin satu-satunya angkatan Delima yang memiliki "talenta manggung". Ia sangat menikmati tampil di panggung untuk menghibur audiens secara cerdas. Ia bisa melucu dalam keadaan serius, dan/atau sebaliknya: serius dalam kelucuannya.

Sekedar catatan bagi pembaca yang bukan alumi pondok: di setiap pondok, pasti ada acara semi panggung yang bersifat mingguan, bulanan atau tahunan, misalnya latihan ceramah, yang diselingi intermezo: menyanyi dan/atau melawak. Dan sesekali acara panggung ini dibuat semeriah mungkin, dalam arti dihadiri oleh semua santri.

Dan salah satu penampilan panggung Abriansyah yang paling terkesan di saya (hingga saat ini) adalah ketika kami baru kelas lima, atau sekitar tahun 1984. Saat itu, Abri tampil seorang diri di panggung, dengan dua kursi berhadapan. Lalu Abri memperagakan dua karakter yang berbeda: satunya seolah-olah wartawan, dan karakter satunya seolah-olah pejabat. Ketika memainkan karakter wartawan, ia bertanya seolah-olah berhadapan dengan seorang pejabat di kursi depannya (yang nota bene kosong). Ketika saatnya tiba menjawab pertanyaan "wartawan", Abri pindah ke kursi satunya, dan memperagakan sosok seorang "pejabat". Dua karakter itu dimainkan dengan suara yang berbeda. Dan buat saya, ketika itu, adegan wawancara imajiner itu adalah sebuah masterpiece panggung Abri yang luar biasa. Karena itu, setelah sekian tahun kemudian, setiap kali melihat adegan panggung Butet Kertaradjasa, secara otomatis saya teringat pada sosok Abriansyah. Singkat kata, Abri memiliki talenta pemain teater.

Talenta teater itu pula yang sering dimainkan Abriansyah, dan kami semua angkatan Delima menikmati melihatnya, ketika Abriansyah "membina" hubungan dengan bibi-bibi yang bekerja di dapur IMMIM selama bertahun-tahun di Pondok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun