Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kasta yang Kasat Mata

15 Februari 2019   03:17 Diperbarui: 15 Februari 2019   03:25 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam satu komplek yang terdiri dari dua bangunan yang saling menyambung, bekerja lima komunitas, dengan kasta yang kasat mata. Ritme sosial yang telah menjadi tradisi dan keyakinan harian. Semua melakoninya tanpa merasa bersalah, sedikitpun.

Kasta pertama, mengklaim diri istimewa dibanding kasta lainnya. Tiap gerak bahkan senyum pun di-setting dengan keangkuhan yang mendongak. Menghindari bertemu atau berbincang dengan kasta lain dengan argumen itu akan menurunkan prestise.

Kasta kedua, para pelayan untuk kasta pertama. Mereka urat nadi dari semua sukses dan prestasi di dua gedung itu. Kerja keras mereka sering "di-sampah-kan." Tapi para kasta kedua juga sering berlaku angkuh kepada orang yang belum mereka kenal.

Kasta ketiga, mereka yang hadir sesuai kebutuhan. Umumnya sudah berusia senja. Paham banyak soal, lalu angkuh karena merasa diperlukan. Pura-pura mapan dan konon bekerja hanya untuk mengisi waktu. Pura-pura tak sadar bahwa duit tak pilih usia pemburunya.

Kasta keempat, mereka yang bergiliran menyajikan jasa. Sesepuh yang pernah berkhidmat. Menikmati kekosongan di usia senja. Gaya memelas sekaligus mengindikasikan, mereka takkan berperasaan jika punya peluang untuk berlaku culas.

Kasta kelima, para pelengkap penderita, yang datang ke gedung paling awal, tapi pulang paling terakhir. Pura-pura menderita padahal cukup makmur untuk kelas kastanya. Biasanya, kapasitas mereka cenderung akan terus menjadi pelengkap penderita.

Kucoba mendekati satu-satu dari tiap kasta. Berkisah dan bercanda sambil mengirim pesan tentang hidup dan kehidupan yang pan tha rei, semuanya mengalir, meski tak selamanya mengarah ke satu titik dengan arus yang linear.

Syarifuddin Abdullah | 14 Februari 2019/ 09 Jumadil-akhir 1440 H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun