Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Persekusi UAS?

5 September 2018   11:00 Diperbarui: 5 September 2018   11:43 1782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Poskota News

Sejak sepekan terkahir, wacana tentang dugaan persekusi terhadap Ustadz Abdul Somad ramai dibincangkan. Beberapa kelompok dan Ormas Islam menyikapinya, termasuk Forum Silaturahim Alumni Mesir (FSAM). Dan saya punya beberapa catatan ringkas tentangnya:

Pertama, tidak semua penolakan dapat disejajarkan dengan tindakan persekusi. Penolakan bisa juga dimaknai sebagai ketidaksenangan terhadap gaya narasi seorang dai, betapapun menariknya. Dan menurut pengamatan saya, gaya narasi UAS memang kurang berterima di kalangan sebagian warga Muslim Indonesia. Dan fakta seperti ini sebenarnya normal saja. Bukan hal baru dalam perjalanan karir seorang dai.

Kedua, tegasnya, penolakan sebagian warga di wilayah Jatim, Jateng dan Yogyakarta mestinya disikapi sebagai sesuatu yang wajar saja. Karena logikanya, mustahil berasumsi semua muslim di Indonesia akan senang dengan gaya narasi dan ceramah UAS.

Ketiga, penolakan terhadap UAS bukan kasus pertama, baik dalam sejarah Indonesia ataupun sejarah klasik-modern Islam. Ribuan ulama pernah mengalami perlakuan (penolakan) yang serupa.

Keempat, akan keliru besar jika penolakan terhadap UAS diposisikan sebagai penolakan terhadap dakwah Islam secara umum. Apalagi wilayah yang menolaknya (sebagian dari Jatim, Jateng dan Yogya), yang notabene dikenal sebagai basis komunitas Muslim dari unsur NU. Dan jangan lupa, Yogyakarya adalah salah satu basis komunitas Muhammadiyah.

Kelima, meski menolak dicawapreskan, dan meskipun UAS mungkin belum pernah mengatakan dukungan terbuka kepada salah satu dari dua pasangan Capres 2019, namun "kesadaran publik" mungkin mengasumsikan atau membaca bahwa pada akhirnya UAS akan mendukung kubu Prabowo-Sandi. Apalagi sudah muncul kabar bahwa nama UAS masuk sebagai tim kampanye kubu Prabowo-Sandi. Dan saya pikir, alasan inilah yang memicu munculnya penolakan sebagian warga Jatim, Jateng dan Yogya.

Karena itu, sekali lagi, penolakan itu bukan pure penolakan terhadap dakwah Islam, tapi lebih terhadap asumsi posisi politik UAS. Dan akan lebih keliru lagi jika penolakan itu diposisikan sebagai sikap anti Islam.

Keenam, bagi UAS sendiri, juga pendukung dan simpatisannya, jika yakin bahwa UAS memiliki keunggulan, lantas kenapa mesti risau menyikapi penolakan sebagian warga terhadap agenda ceramah UAS.

Di sini, saya ingin mengutip salah satu ungkapan UAS sendiri: "Jika tuah sudah di badan, pasir digenggam menjadi intan". Artinya, penolakan itu mestinya disikapi santai saja.

Karena itu, buat saya, mengeluhkan penolakan itu, dengan menyebutnya sebagai tindakan persekusi atau sikap anti Islam, justru bisa disikapi dengan logika terbalik: reaksi cemeng karena tidak yakin akan kekuatan dan keunggulan UAS.

Ketujuh, saat ini, kita sedang berada pada suasana panas tahun politik 2018-2019. Semua kubu memasang perisai dan jurus bertahan, sambil diam-diam menyerang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun