Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pakar Tahlilan

18 Juli 2018   09:30 Diperbarui: 18 Juli 2018   09:32 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: alkhoirot.net

Sungguh, artikel ini bukan tentang dialektika antara NU dan Muhammadiyah, Salafi dan Ahlusssunnah. Tapi semata tentang tahlilan dan hikayat seorang teman (sebut saja namanya Muhallil), yang menurut saya layak diposisikan sebagai pakar tahlilan. Pokoknya, di bidang tahlilan, levelnya sudah tingkat profesor. He-he-he.

Muhallil (secara bahasa berarti "orang yang bertahlil") adalah pensiunan tentara, dengan pangkat terakhir Sersan Mayor, dan pernah bertugas di unit elit. Pembawaannya cair dan supel, gampang akrab dengan orang lain.

Ceritanya bermula ketika Muhallil memasuki masa persiapan pensiun. Dia memutar otak mencari jenis kegiatan yang sekaligus dapat menjadi sumber jajan alakadarnya setelah pensiun. Setelah mengutak-atik sekian banyak alternatif, dia berkesimpulan dan akhirnya memilih menjadi pembaca tahlil yang profesional. Sebuah pilihan yang unik.

Modal dasarnya sudah ada, buku panduan tahlil. Tapi Muhallil kemudian menyadari bahwa ternyata baca tahlilan di Indonesia tidak seragam. Terdapat beberapa bacaan tambahan (sisipan), yang berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Terus, pada bagian tertentu, irama tahlilan juga ternyata tidak sama.

Menurut dia (yang terus terang, saya juga tidak begitu paham), tahlilan itu ada banyak variasinya:

Tahlilan ala Betawian, yang konon juga berbeda antara Betawi Jakarta dan Betawi yang berdomisili di wilayah pinggiran, seperti Tangerang, Bekasi, Depok.

Tahlilan dengan irama Sunda bagian Selatan (Garut, Tasik, Sukabumi sampai Ciamis) dan Sunda Pantura (Cirebonan dan Indramayu), dan ala Banten.

Tahlilan Jawa Tengah pun berbeda antara Banyumasan, Semarangan Pantura (mencakup Pekalongan, Batang, Kendal, Demok, Kudus hingga Rembang) juga Yogya-Solo yang konon tahlilannya punya sentuhan kejawen.

Tahlilan Jawa Timuran bagian selatan juga sedikit berbeda dengan tahlilan Jawa Timuran wilayah Pantura sampai Madura.

Di Pulau Andalas, tahlilan Melayu di Sumatera Utara berbeda dengan tahlilan Aceh dan tahlilan Melayu (yang mencakup Jambi, Riau, sebagian Padang sampai Lampung dan Bengkulu).

Terus ada tahlilan Banjar (Kalimantan), Maluku Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan irama Gorontoalo-an.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun