Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mudik

14 Juni 2018   15:00 Diperbarui: 15 Juni 2018   11:06 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mudik, sebagai sebuah pergerakan massif bahkan kolosal dalam periode waktu yang terbatas, tentu mengasyikkan; Layak menjadi berita utama di prime time; Sebagai kegiatan transportasi darat, pemudik senang saat arus lalulintas lancar; Membosankan dan menjengkelkan jika terjadi macet.

Rindu dan ta'zhim kepada keluarga adalah kewajiban agama; Untuk silaturahim di kampung kelahiran, mudik adalah sebuah keharusan; Selain ngumpul dengan keluarga inti: ayah-ibu-anak, kakak-adik, kakek/nenek-cucu, mudik juga untuk bertemu keluarga lapis kedua dan ketiga, teman sebaya dan tetangga; dan tentu melebarkan  kesempatan buat anak-anak bersuka ria.

Sebagai kegiatan sosial, kesempatan pamer tentang sukses di rantau; mungkin meningkatkan gengsi kemakmuran di tengah keluarga. Jika nggak mudik, khawatir diisukan nggak mampu beli tiket mudik; untung bisa mudik dengan roda dua, dengan segala kerawanannya. Padahal sebagian pemudik pulang kampung dengan mobil sewaan.

Sebagai kegiatan  ekonomi, mudik menggeser tetesan kemakmuran kota ke desa, meski sebagian besar duit itu akhirnya kembali lagi ke kota; para provider seluler meraih keuntungan berlapis-lapis dan berlipat; bisnis konveksi dari awal Ramadhan bahkan sudah mengalami puncak kapasitas produksi dan penjualan tahunannya; Tapi lebaran bisa menjadi petaka bagi restoran di pinggir jalan.

Bagi sebagian pegiat politik dan sosial, momentum mudik juga dimanfaatkan memaksimalkan popularitas atau elektabiitas; menggelar halal bil halal atau pasang baliho jumbo di jalan-jalan jalur mudik, mememarkan foto diri sambil berilusi sebagai orang penting. Padahal orang yang merasa dirinya penting biasanya justru orang tidak penting.

Mudik intinya adalah kangen pada asal-usul. Sebuah jenis kerinduan purba yang melekat pada setiap orang; Mudik menciptakan suasana bertatap muka dan bersalaman tangan, meski tak selalu bermakna saling memaafkan; Karena keliru dalil jika silaturahim itu harus menunggu dulu datangnya lebaran.

Syarifuddin Abdullah, 14 Juni 2018 / 29 Ramadhan 1439H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun