Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wanita Saudi "Terlahir Ulang"

10 Maret 2018   11:00 Diperbarui: 10 Maret 2018   12:23 1407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: blogs.reuters.com | Reuters/Faisal Al Nasser

Mungkin banyak yang tidak/belum paham bahwa jika Anda menjejerkan wanita-wanita yang berasal dari enam negara Teluk (Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Saudi Arabia, Uni Arab Emirates), menurut banyak orang, yang paling seksi dan menggairahkan adalah wanita Saudi. Hehehehe. Tapi bukan soal seksi itu yang akan menjadi tema artikel ini.

Selama kurang lebih satu tahun terakhir, pemerintah Saudi membuka keran reformasi sosial, khususnya tentang wanita dan keagamaan. Kaum wanita seolah mengalami proses "terlahir ulang". Dilahirkan kembali secara massal, secara tradisi dan kebudayaan. Wanita Saudi sedang ditawari ruang untuk berperan dalam kehidupan sosial.

Dalam suasana keterbukaan sosial itu, seorang intelektual Saudi berani mengusulkan agar jumlah masjid di seluruh Saudi dikurangi. Muhammad Al-Suhaimi, dalam wawancara dengan stasiun televeisi MBC, pada 19 Februari 2018, mengatakan: saat ini lokasi antar masjid di KSA sangat berdekatan. Masing-masing masjid mengumandangkan azan dengan pengeras suara, sehingga suara azan antar satu masjid dengan masjid lainnya saling bersahut-sahutan, dan hal ini dianggap mengganggu kenyamanan publik. Selain itu, sebagian masjid di KSA juga mengumandangkan prosesi pelaksanaan shalat (Magrib-Isya-subuh) melalui pengeras suara.

Bagi kita yang hidup di Indonesia dan negara-negara lain, rangkaian kebijakan yang "membebaskan wanita itu" mungkin biasa banget. Tapi bagi wanita Saudi hal itu adalah sesuatu banget.

Saya mencatat beberapa kebijakan nasional Saudi yang mulai "memanjakan kewanitaan" di Saudi:

  • Sejak pertengahan 2017, wanita Saudi boleh menghadiri pertunjukan-pertunjukan seni, baik di ruang tertutup ataupun di ruangan terbuka.
  • Wanita akan dibolehkan menyetir mobil di  ruang publik, yang akan mulai efektif Juni 2018.
  • Saudi sedang membuka tender besar-besaran untuk membangun gedung-gedung bioskop. Direncanakan sampai tahun 2030, Saudi akan memiliki 300 bioskop.
  • Wanita boleh menonton pertandingan olahraga di Stadiun, sudah dimulai pada Januari 2018. Tentu tetap ada pemisahan antara tribun umum, dan tribun keluarga.
  • Ada perekrutan pekerja wanita untuk bidang profesi yang sebelumnya didominasi oleh lelaki, termasuk bidang pertahanan (militer).
  • Di provinsi Al-Ihsa, digelar lari marathon khusus wanita, yang diikuti sekitar 1.500 wanita.
  • Seorang ulama senior Saudi, Sheikh Abdullah Al-Mutlaq mengeluarkan fatwa bahwa oerempuan KSA tidak harus menggunakan abaya (jubah tradisional yang longgar dan menutupi hampir seluruh tubuh). Perempuan harus berpakaian sopan, namun tidak berarti wajib mengenakan abaya. Yang menarik, terhadap fatwa abaya itu, seorang wanita Wanita membuat status di akun Twitter-nya, berkomentar, "Kesucian dan moralitas seharusnya tidak terkait dengan sehelai kain."
  • Pada 9 Maret 2018, sekitar 2.500 wanita Saudi turun ke jalan memperingati hari wanita sedunia di kota Jeddah. Dan itu menarik karena dua hal: pertama karena aksi itu merupakan pawai perempuan besar-besaran pertama di ruang publik. Kedua, karena acara itu dikoordinir oleh Pemerintah Jeddah, dengan alasan mempromosikan gaya hidup sehat serta perlindungan lingkungan.
  • Lalu rencananya, untuk pertama kalinya, Arab Saudi (KSA) akan menggelar pameran busana wanita Arab Fashion Weekpada 26-31 Maret 2018 di Apex Center Riyadh. Di beberapa tempat, beberapa pameran busana wanita, sudah diselenggarakan secara terbatas.

Catatan awal:

Pertama, berbagai kebijakan pembebasan wanita di Saudi Arabia sebenarnya tidak baru-baru banget. Sering terlihat banyak wanita Saudi berpakaian santun, ketika masih di wilayah Saudi. Begitu mereka melakukan perjalanan keluar negeri, pakaian santun itu sudah dicopot bahkan ketika masih di ruang tunggu sebelum naik pesawat untuk bepergian ke negara lain.

Kedua, di Indonesia dan di banyak negara lain, jika ada acara hajatan kelaurga, yang sibuk di dapur adalah wanita, kaum lelaki lebih memilih mengobrol di ruang depan. Sebaliknya di Saudi, kalau ada hajatan keluarga, yang sibuk di dapur umumnya adalah lelaki, para wanita Saudi akan asyik ngerumpi di ruang depan.

Ketiga, dari semua rangkaian kebijakan reformasi sosial dan juga keagamaan di Saudi, yang paling menarik adalah upaya mempreteli lembaga "Amar Ma'ruf Nahi Munkar", yang selama ini populer sebagai "polisi syariat", yang antara lain mengontrol toko-toko dan restoran yang buka ketika azan shalat wajib dikumandangkan atau melarang pertunjukan musik di ruang terbuka, atau melakukan sweeping terhadap wanita yang dianggap berpakaian tidak santun. Berdasarkan pengamatan saya, "Amar Ma'ruf Nahi Munkar" tampak tiarap, tak berani melakukan perlawanan konfrontatif, khususnya terhadap kebijakan yang terkait dengan proses "kelahiran ulang" para wanita Saudi.

Keempat, karena proses reformasi sosial itu, terutama terkait wanita, masih sedang berlangsung, jangan juga diposisikan sebagai sesuatu yang sudah selesai. Sebab tiap reformasi sosial memerlukan proses waktu yang biasanya tidak mulus, dan itu bisa berlangsung sampai satu dasawarsa ke depan.

 Syarifuddin Abdullah | 10 Maret 2018 / 23 Jumadil-tsani 1439H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun