Seorang anak berusia sekitar 10 tahunan, kedua telapak tangannya terbuka dan terangkat sejajar dengan dadanya dalam posisi berdoa, wajahnya menengadah ke langit, kedua matanya meneteskan airmata yang membasahi pipinya, tanda saking khusyuknya. Lalu ada kalimat kocak terbaca begini: Â "Ya Allah, moga-moga malaikat Israfil gak ikutan niup terompet malam ini...."
Itu salah satu gambar meme yang beredar di media sosial pada malam pergantian tahun 2017 ke 2018.
Meme itu, saya kira, bukan cuma menunjukkan kreativitas pembuatnya, tapi juga sebuah refleksi yang mengacu pada beberapa ayat Quran (Az-Zumar 68, Yasin 51), yang menggambarkan bahwa hari kamat nanti, jika tiba waktunya, akan ditandai oleh dua kali tiupan sangkakala.
Tiupan pertama, semua makhluk mati. Lalu tiupan kedua, semua makhluk dibangkitkan dari kematiannya untuk selanjutnya menunggu diperhadapkan pada pengadilan Ilahi. Tak ada penjelasan berapa lama interval waktu antara tiupan pertama dan kedua.
Ada beberapa penafsir berpendapat bahwa tiupan sangkakala terjadi tiga kali, karena ada semacam tiupan pendahuluan, yang bertujuan mengagetkan semua makhluk. Saya lebih cenderung memilih pandangan bahwa hanya dua kali tiupan sangkakala, karena lebih kuat argumennya.
Terompet sangkakala atau nafiri yang menandai kiamat itu, tentu mustahil digambarkan kedahsyatannya. Semua penggambaran yang pernah disampaikan para ulama lebih bersifat ilustrasi pendekatan.
Tapi ada beberapa pengalaman empiris membuktikan bahwa suara, yang melebihi kapasitas gendang telinga, adalah model siksaan fisik yang paling berat, dibanding semua jenis siksaan fisik lainnya.
Di sebuah ruangan tertutup, seorang tersangka diinterogasi, disiksa dengan beragam model siksaan yang pernah diciptakan manusia. Namun tersangka tetap bertahan tak mau mengakui kesalahannya. Para interogator kehabisan akal. Lalu muncul seorang pakar fisika suara mengusulkan: perdengarkan ke telinganya suara yang melebihi batas kapasitas gendang telinganya.
Setelah itu, tersangka mengakui semua kesalahannya. Ketika ditanya, kenapa mengaku? Tersangka menegaskan tidak mampu menahan siksaan suara yang sangat ekstrem.
Secara ilmiah, batas frekuensi yang dapat didengar manusia kira-kira antara 20Hz sampai 20kHz pada amplitudo umum. Suara di bawah 20Hz disebut infrasonik. Suara di atas 20kHz disebut ultrasonik. Tapi saya juga tidak paham teknis kapasitas tentang fisika telinga ini.
Dalam simulasi-simulasi pertempuran modern, salah satu peragaan mempertontonkan pasukan penyerang mendahului dengan membunyikan suara ekstrem ke lokasi pasukan musuh. Kontan pasukan musuh kocar-kacir, kebingungan, sebagian terjatuh karena kehilangan keseimbangan, sambil menahan rasa sakit di gendang telinga mereka akibat pekikan suara eksrem. Hasilnya: penyerang menang, musuh kalah.