Akhir tahun 1990 sampai awal 1991 merupakan periode yang, secara pribadi, saya posisikan sebagai salah satu periode emas dalam perjalanan kehidupan saya.Â
Pada periode itulah, saya ditakdirkan berada di suatu tempat dan bertemu dengan seseorang, yang kemudian sangat berpengaruh, paling tidak, dalam satu sisi kehidupan saya.
Pada periode itu, untuk materi disertasi S2 di Columbia University, Amerika Serikat, Bapak Azyumardi Azra melakukan penelitian selama satu tahun antara lain tentang Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir, negara asal IM.
Untuk memanfaatkan kehadiran beliau di Kairo, bersama beberapa teman lainnya (Rusli Hasbi Aceh asal Aceh, Noor Khalis Mukti asal Jawa Timur, Nawir Arsyad asal Sulawesi Selatan, Hamid Usman dari Aceh, Tabrani Syabirin asal Padang), kami meminta Pak Azyumardi Azra untuk membimbing dan mengajari kami tentang cara praktis menulis artikel.Â
Dan alhamdulillah, beliau dengan senang hati bersedia. Kebetulan juga, pada periode itu, saya bersama beberapa mahasiswa Kairo, baru seja menerbitkan buletin mahasiwa "TEROBOSAN", yang edisi perdananya terbit pada 21 Oktober 1990, yang notabene masih terbit hingga hari ini.
Proses bimbingan itu berlangsung intens selama kurang lebih tiga bulanan, dalam suasana santai, kadang sambil sarapan, dengan metode yang sangat sederhana.
Mekanismenya: saya membuat suatu artikel, waktu itu, umumnya berkaitan dengan kasus invasi dan aneksasi Irak terhadap Kuwait dan isu-isu sosial di Mesir.Â
Artikel itu kemudian diserahkan kepada Pak Azyumardi Azra, untuk dikoreksi, baik secara substansi maupun redaksional.
Hasil koreksiannya, saya ketik ulang sesuai koreksian, lalu diserahkan kembali kepada Pak Azyumardi. Proses koreksian dilakukan langsung di depan penulis artikel. Lalu hasil ketikan ulang itu dikoreksi lagi, baik secara substantif maupun redaksional. Dan proses ini bisa berlangsung berkali-kali.
Saya ingat persis, ada beberapa artikel saya yang dikoreksi sampai lima kali. Artinya, saya buat artikel, lalu dikoreksi, kemudian diketik ulang, hasil ketikan ulang berdasarkan koreksian pertama tersebut dikoreksi lagi, begitu seterusnya sampai empat-lima kali.
Sempat agak jengkel juga menyikapi proses koreksian yang  berulang-ulang. Apalagi ketika itu, di kalangan mahasiswa Kairo, belum lazim penggunaan komputer.Â