Mohon tunggu...
So͞oˌī ˈJenərəs
So͞oˌī ˈJenərəs Mohon Tunggu... Netpreneur -

No one is more hated than he who speaks the truth (Plato)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manusia-Manusia Bermental Anjing

26 Januari 2016   08:40 Diperbarui: 26 Januari 2016   11:46 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tepat di seberang tempat kami tinggal terdampar sebuah rumah yang sudah puluhan tahun tidak dihuni. Bahkan tak seorangpun warga di RT setempat yang tahu mengenai status dan kepemilikan tempat tersebut. Sudah bisa diduga setelah sekian tahun tidak dihuni dan dirawat tentu saja kondisinya sudah rusak parah.

Terakhir sebelum menjadi rusak tempat tersebut pernah dikontrak beberapa mahasiswa sekitar sekitar tujuh atau delapan tahun lalu. Konon menurut warga setempat mereka meninggalkan tempat tersebut seketika setelah ada kejadian horor malam sebelumnya. Saya sendiri tidak tahu persis, karena pada saat itu kami sekeluarga sedang tidak tinggal di Indonesia.

Bukan isu mengenai kejadian tersebut yang menjadi concern saya, melainkan efek dari terlantarnya rumah dan tanah tersebut selama ini.

Rumput liar yang makin hari makin tinggi terutama di musim penghujan adalah salah satu masalah paling sepele. Sebulan sekali saya mempekerjakan tukang kebun untuk memangkas rumput tersebut. Namun yang lebih mengganggu adalah manusia-manusia yang dengan enteng menjadikan tempat tersebut sebagai tempat pembuangan sampah dadakan.

Awal kembali menghuni rumah kami saya pikir warga setempat lah yang menjadikan lokasi tersebut sebagai pembuangan sampah dadakan. Karenanya semula saya pikir masalah ini bisa disampaikan pada pertemuan rutin RT mendatang. Nyatanya tidak demikian, ketika pada suatu hari Sabtu saya menghabiskan waktu untuk mengamati ternyata justru orang-orang yang bukan warga sekitar yang melakukannya.

Mulai dari putung rokok, meludah, membuang sampah rumah tangga yang sudah di bungkus plastik maupun karung hingga buang air kecil dilakukan di tempat itu. Saat itu juga saya mencoba menegur beberapa orang sesantun mungkin. Menarik sekali sikap mereka ketiga ditegur mulai dari marah-marah katanya itu sudah kebiasaan bertahun-tahun, malu-malu dan meminta maaf hingga lari begitu saja tanpa penjelasan apa-apa.


Saya sendiri sebenarnya merupakan tipe orang yang enggan mencampuri urusan orang lain, sebab saya juga paling enggan kalau urusan saya dicampuri orang-orang yang tidak ada sangkut pautnya. Namun kali ini saya merasa berkepentingan sebab selain bau sampah-sampah itu merasuk ke dalam tempat tinggal kami juga kekhawatiran saya terhadap gangguan kesehatan yang mungkin ditimbulkan rasanya bukan sesuatu yang boleh diremehkan. Belum lagi ada kalanya mereka membakar sampah di tempat tersebut.

Sekitar seminggu setelah beberapa orang saya tegur tersebut ternyata kegiatan membuang  sampah di lokasi sekedar berkurang namun tidak hilang sepenuhnya. Maka selanjutnya saya mencoba mengamati kali ini secara diam-diam. Setelah bersabar kurang kerjaan mengamati beberapa jam saya lihat masih orang-orang yang sama yang membuang di sana, namun jika kemarin-kemarin sampah diletakkan kali ini dilempar dari motor tanpa berhenti. Hit and run, mungkin seperti itu istilah yang tepat untuk menggambarkannya.

Lewat pengamatan hari itu juga saya melihat fenomena lain dimana anjing-anjing yang pemiliknya tidak bertanggung jawab (seperti halnya mayoritas pemilik anjing di negeri ini) buang air dan mengobrak-abrik sampah di lokasi tersebut. Ketika saya usir anjing-anjing ini berlarian dan urung melakukan niat. Namun begitu saya kembali masuk ke rumah dan mengamati dari balik jendela dengan diam-diam mereka kembali untuk melanjutkan niat yang tertunda.

Berawal dari rasa kesal dan jengkel dengan tingkah laku para manusia dan anjing ini akhirnya saya justru menjadi geli setelah menyadari bahwa sikap manusia-manusia dan anjing-anjing ini ternyata tidak berbeda jauh. Rupanya akal dan budi sudah mati dalam diri beberapa orang hingga tingkah lakunya tak beda dengan anjing-anjing tadi. Meludah sembarangan, buang ingus sembarangan, buang sampah sembarangan, membakar sampah hingga buang air sembarangan. Sungguh tragis, entah saya harus merasa kesal atau kasihan pada manusia-manusia semacam ini.

Beberapa waktu lalu saya sempat menulis mengenai concern saya terhadap sikap primitif manusia yang mengajarkan kekerasan pada anak ternyata ada fenomena lain yang menunjukkan bahwa tidak semua manusia sudah sepenuhnya sanggup menjadi mahkluk beradab.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun