Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Bunga Rampai Pilkades

19 Desember 2018   13:10 Diperbarui: 19 Desember 2018   15:15 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hujan lebat tetap antusias mencoblos. Pilkades Desa Pekiringan Kec Karangmoncol Kab Purbalingga. Foto: Pribadi

Saya kembali menjumpai hajatan lokal enam tahunan.  Kali ini serentak pada 16 Desember 2018 kemarin. Ada 185 desa di Kabupaten Purbalingga yang memilih kepala desa.  Sebuah peristiwa politik lokal yang sudah mengakar.  Selalu dinanti warga desa dengan respon yang beragam.  

Sebagai peristiwa rutin, tetapi berjarak enam tahun membuat momen ini memberi suasana hangat.  Warung, pos ronda, teras rumah, bahkan gubuk sawah beberapa bulan terakhir menjadi wahana pembicaraan publik.  Tentang siapa yang layak maju sebagai bakal calon.  Agaknya benar kata pakar, kualitas pembicaraan publik menjadi ukuran kualitas demokrasi.

Saya sudah menjumpai Pilkades sedari SD.  Menyaksikan bahwa peristiwa pergantian kepemimpinan lokal bukan saja peristiwa politik.  Tentang peraihan kekuasaan itu. Ajang ini bisa untuk melihat sejauh mana kerentanan sosial masyarakat suatu desa.  Banyak luka yang membekas bertahun tahun karena perbedaan pilihan.  Antar tetangga tak bertegur sapa.  Pertemanan renggang.  Persaudaraan terkoyak.  Tak heran saat bertemu saling ejek.

Seiring waktu, generasi berubah.  Media informasi dan pendidikan mempengaruhi sikap dan perilaku politik masyarakat.  Maka tak mengherankan bila Pilkades sekarang tak seriuh dulu.  Kedewasaan menerima hasil, kalah ataupun menang sangat memesona. 

Selesai pengumuman hasil rekapitulasi dan diketahui calon kades yang menang urusan selesai.  Masyarakat kembali normal.  Hanya respon sesaat dalam rasa gembira dan sedih.  Selanjutnya bak pengamat, mereka mencoba analisis faktor menang dan kalah.

Pilkades tak ubahnya hajatan pernikahan. Rumah para calon kades adalah markas pemenangan.  Tim sukses selalu berkumpul, pagi, siang hingga larut malam.  Bahkan ada orang-orang yang dikhususkan untuk menjaga markas itu.  Cara antisipasi perbuatan buruk untuk menggagalkan calonnya.  Semua sibuk.  Semua merasakan kelelahan dalam perjuangan.

Mendekati hari H, calon kades makin sibuk.  Para pendukung silih berganti datang.  Menunjukkan kepada calon bahwa dia siap memilih.  Para perempuan tak ketinggalan. Dengan menjinjing wadah, yang entah apa isinya, memberikannya kepada istri calon kades.  Kadang dari luar desa pun ikut nimbrung.  Sejauh mereka mengenal sang calon.  Mereka memberi simpati.  Sepulangnya, para tamu pria mendapatkan sebungkus rokok.  Sedang tamu perempuan ada sekedar bungkusan oleh oleh.  

Rokok adalah simbol persahabatan, mungkin itu maknanya.  Bisa dihitung, berapa slot rokok yang mesti disediakan.  Tapi begitulah penghormatan calon kades kepada tamunya.  Belum lagi untuk tim sukses yang tiap hari " ngantor".  Tapi hal ini tidak menjamin.  Yang datang bisa jadi bukan pemilih.  Ada segelintir orang yang mau ambil kesempatan.  Kepada semua calon mereka datangi.  Dan ujungnya biar dapat rokok gratis.

Satu hal yang sering merisaukan adalah permainan uang. Money politics!  Pilkades sangat rawan dengan hal ini.  Sudah bukan rahasia lagi.  Tetapi tidak juga reda.  Memang tidak ada laporan resmi berapa uang yang harus digelontorkan oleh calon kades.  Sangat mungkin ratusan juta.  Uang dari mana? Pertanyaan yang sebenarnya sering terlontar.  

Bayangkan, jika untuk urusan seperti ini harus hutang, akankah dalam enam tahun kembali.  Sangat mungkin, Pilkades tidak memiliki penyandang dana.  Nyaris tanggungan pribadi.  Kalaulah ada yang membantu, tak lebih saudara dekatnya. Tentu dengan jumlah yang terbatas.  Maka ketepatan kepada siapa memberi sangat penting.  Tapi sebenarnya, tidak ada jaminan jor-joran bagi bagi duit akan memenangkan pertarungan.  Itu seperti memanah sambil naik kuda.  

Hal yang menarik, pemberian uang semacam itu terang terangan.  Mendatangi rumah dan memohon kesediaan untuk memilih.  Bisa jadi, jika ada empat calon, satu rumah bisa mendapat dari keempatnya.  Ada suatu kearifan, para anggota keluarga berbagi suara untuk ke empat calon itu.  Tidak ada yang dikesampingkan. Semua kebagian suara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun