Mohon tunggu...
Humaniora

Data Penduduk Mana yang Digunakan?

11 Agustus 2017   00:00 Diperbarui: 11 Agustus 2017   00:05 1595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menurut UU No 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Pasal 58:
 "Data Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan  ayat (3) yang digunakan untuk semua keperluan adalah Data Kependudukan  dari Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam  negeri, antara lain untuk pemanfaatan: a. pelayanan publik; b.  perencanaan pembangunan; c. alokasi anggaran; d. pembangunan demokrasi;  e. penegakan hukum dan pencegahan demokrasi.

 Seperti kita ketahui, BPS bekerjasama dengan BAPPENAS dan UNFPA telah merilis Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 - 2035 (https://www.bappenas.go.id/.../Proyeksi_Penduduk_Indonesia_20...)  pada tahun 2013. Bisa dipastikan, jumlah penduduk hasil proyeksi  penduduk tersebut di berbagai daerah berbeda sangat signifikan dengan  rekapitulasi jumlah penduduk menurut Kementerian Dalam Negeri. Sebagai  contoh, republika mewartakan beda jumlah penduduk Jawa Barat antara BPS  dan Kemendagri pada tahun 2016 mencapai 3,5 juta jiwa (http://www.republika.co.id/.../o5tmtl382-jumlah-penduduk-jaba...). Di tahun 2011 saja, saat BPS merilis jumlah penduduk 241 juta, Kemendagri mempublish 260 juta jiwa. Sangat beda bukan?

 Dalam berbagai kesempatan, kami sering ditanya oleh bebagai pihak, data  mana yang digunakan? Mengapa dalam Daerah dalam angka tidak  mencantumkan data penduduk dari Dukcapil? dan pertanyaan lainnya. 

 Sebelum menjawab data mana yang sebaiknya digunakan, mari kita kaji  implikasi apa yang bakal terjadi jika amanat UU No 24 Tahun 2013 itu  diimplementasikan pada berbagai hitungan indikator pembangunan yang  sudah lebih dulu dirilis BPS. Pertama, Pendapatan per kapita di  masing-masing daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dipastikan  terjun bebas. Mengapa? karena pembagi/denumerator penduduk dari  kemendagri yang lebih besar dari jumlah penduduk yang telah digunakan  BPS akan menghasilkan hasil pembagian antara PDB (PDRB) dengan jumlah  penduduk yang lebih kecil. 

 Kedua, penghitungan indikator  berbatas wilayah akan sulit dilakukan. Sebagai contoh, angka partisipasi  sekolah dihitung berdasarkan jumlah penduduk usia sekolah di suatu  wilayah yang masih bersekolah dalam persen. BPS menetapkan seseorang  sebagai penduduk berdasarkan pendekatan tinggal di wilayah tersebut  selama enam bulan atau lebih atau kurang dari enam bulan tetapi berniat  menetap lebih dari enam bulan. Akibat masih buruknya sistem pencatatan  administrasi kependudukan, masih ada orang yang sudah keluar wilayah  misal untuk sekolah atau kuliah di tempat lain tetapi masih tercatat  sebagai penduduk di wilayah itu (secara administrasi). 

 Ketiga,  untuk keperluan perencanaan di masa yang akan datang, lima tahun atau 10  tahun kemudian, data administrasi kemendagri tidak sesuai  peruntukannya. Untuk perencanaan pembangunan di masa yang akan datang  dibutuhkan data proyeksi penduduk. Dari data proyeksi penduduk inilah  kita bisa memperkirakan berapa jumlah anak balita di tahun 2020? berpa  lansia yang bakal hidup di tahun 2035? dan seterusnya.     

 Di  sisi lain, data proyeksi penduduk menghasilkan jumlah penduduk agregat  (makro). Kelemahan data makro adalah tidak bisa memberikan informasi by  name by address. Dengan demikian, untuk keperluan pelayanan publik,  penegakkan demokrasi, alokasi anggaran dan penegakan hukum dan  pencegahan kriminal memang dibutuhkan data yang memuat data mikro (Pasal  58 ayat (2) UU No 24 Tahun 2013). 

 Bagaimana solusinya? Mau  tidak mau, kumpulan data administrasi yang ada di kemendagri harus  diverifikasi. Andai saja data penduduk versi kemendagri diverifikasi  keberadaan fisik orangnya dengan batasan waktu seperti yang telah BPS  gunakan, maka selisih jumlah penduduk BPS dan Kemendagri tidak akan  sebesar seperti sekarang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun