Mohon tunggu...
sapto suhardiyo
sapto suhardiyo Mohon Tunggu... Penulis - Laki-laki

Seorang yang biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilkada di Tengah Pendemi

11 September 2020   23:43 Diperbarui: 11 September 2020   23:49 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Rabu, 9 Desember 2020 menjadi hari pestanya demokrasi, manjadi haknya rakyat untuk memilih pemimpin di daerahnya. Ada 270 kabupaten/kota dan provinsi yang akan menggelar pelaksanaan pilkada. Pelaksanaan pilkada ditengah Pendemi Covid-19,bak maka buah simalakama, tidak dimakan ibu mati, dimakan bapak mati.

Dilaksanakan pilkada serentak ditengah pandemi apalagi September ini kasus positif Covid-19 tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan namun meningkatkan tajam, yang biasanya hanya disekitar 1.000 kasus perhari melonjak sampai 3.000 kasus perhari.

Seandainya ditunda maka akan terjadi kekosongan 270 jabatan politik bupati/walikota maupun gubernur di tahun 2021, yakni sekitar bulan Maret. Kekosongan ini tentunya akan menghambat kebijakan pembangunan di 270 kabupaten/kota dan provinsi, padahal kebijakan kepala daerah sangat diperlukan guna percepatan penanganan Covid-19 terkait dengan kesehatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi.

Semakin meningkat kasus positif Covid-19 tentunya bisa menjadi pertimbangan bagi para pengambil kebijakan apakah pilkada akan terus berlanjut ataukah ditunda sampai Covid-19 mengalami penurunan. Atau mungkin perlu ada solusi khusus untuk menangani ini agar pilkada tetap jalan  dengan menggunakan protokol kesehatan yang ketat. Cuci tangan, pakai masker, jaga jarak dan perilaku hidup bersih dan sehat menjadi kunci untuk melawan Covid-19.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah protokol kesehatan bisa dilakukan didalam tahapan pemilukada? Jawabannya adalah tidak bisa dilakukan, contohnya pencoklitan daftar pemilih, tahapan kampanye, serta pelaksanaan pencoblosan di hari H. Karena disana ada kerumunan orang yang suka atau tidak suka pasti terjadi.

Klaster-klaster Covid-19 akibat pilkada sangat mungkin terjadi, hal ini bisa dirasakan sejak PSPB (Pembatasan Sosial Bersekala Besar) dilonggarkan kenaikan kasus positif Covid-19 naik secara drastis. Per Jum'at ( 11/9) terjadi kenaikan  3.737, kasus kematian bertambah 88 orang sehingga menjadi 8.544 orang. Sungguh ini merupakan pencapaian kasus tertinggi sejak bulan Maret kasus Covid-19 ditemukan di Indonesia.

Dengan melihat kenaikan kasus positif yang tidak terkendali, ada 59 negara yang membatasi masuknya warga negara Indonesia ke negaranya, " Indonesia di loockdown". (Sumber pikiran rakyat.com (10/9).

Lalu solusinya seperti apa, kalau untuk kemaslahatan umat maka negara dalam hal ini presiden segara melakukan penundaan pilkada sampai tahun 2024, hal ini dikarenakan vaksin Covid-19 sampai ini masih simpang-siur terkait keefektifan vaksin ini dalam penanganan kasus Covid-19.

Penundaan ini dibarengi dengan perubahan UU pemerintah daerah terkait masa jabatan bagi petahana Kepala Daerah yakni dilakukan penambahan sampai tahun 2024. Penambahan ini dihitung menjadi 2 periode bagi pertahanan, sehingga tahun 2024 tidak bisa mencalonkan diri lagi. Hal ini sangat efektif sehingga tidak terjadi kekomplangan jabatan.

Selain itu biaya pilkada yang bisa mencapai 20-30 miliar bisa dihemat untuk penanganan Covid-19, khususnya untuk penanganan kesehatan dan bantuan sosial kepada masyarakat tidak mampu dan para pekerja. Terkait dengan calon yang sudah mendaftar bisa di tolerir untuk pendaftaran di tahun 2024.

Mumpung efektif masih 3 bulan kedepan, bisa segera disusun perubahan UU Pemerintah Daerah, kalau semua komitmen antara pemerintah dan DPR,  kami rasa perubahan ini tidak akan memakan waktu yang lama. Monggo mau menyelamatkan masyarakat dari Covid-19 atau membiarkan mereka terpapar itu tergantung dari kita semua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun