Mohon tunggu...
sapto suhardiyo
sapto suhardiyo Mohon Tunggu... Penulis - Laki-laki

Seorang yang biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Punahnya Tenun Gendong

30 Juli 2020   14:35 Diperbarui: 30 Juli 2020   14:38 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Tajug Kecamatan Karangmoncol di tahun 80-90 an terkenal dengan kerajinan tenun gendong, namun dengan beralihnya tenaga manusia ke tenaga mesin, tenun Gendong mulai menyurut dan di tahun 2020 ini kerajinan tenun gendong hampir punah. Sekarang tinggal ada 6 pengrajin yang masih setia menggeluti kerajinan ini walaupun secara ekonomi tidak bisa untuk menopang hidup.

Satu lembar tenun gendong hanya dihargai 70-80 ribu rupiah, yang mana dalam produksi saja sudah memakan waktu hampir 7 hari untuk menyelesaikan satu lembar tenun gendong. Dimulai dari merapikan benang "mbakali", kemudian meyusun alat tenun, menata benang di alat tenun kemudian proses penunan dibutuhkan ketelatenan yang ekstra.

Proses yang memakan waktu dan penuh kecermatan inilah akhirnya para anak muda tidak mau meneruskan usaha orang tuanya. Hasil yang tidak sebanding dengan jerih payah yang dilakukan juga menjadi faktor kenapa tenun gendong tidak mengalami kenaikan melah terus mengalami kemunduran.

Kemudian faktor lainnya adalah bahan baku, yakni benang yang sulit didapatkan. Salah satu perajin Ibu Kartono mengatakan sejak pedagang benang di desanya meninggal sekarang tidak ada lagi yang menjual. Walaupun secata ekonomi tidak menguntungkan Ibu Kartono  masih mau mengerjakan pembuatan tenun gendong, hal ini dilakukan hanya sekedar mengisi waktunya agar tidak kelihatan menganggur.

Sedangkan pemerintah desa tajug di Tahun 2020 ini telah mengalokasikan anggaran sebesar 18 juta rupiah untuk kegiatan pelatihan pemberdayaan masyarakat. Pelatihan ini diharapkan bisa meningkatkan minat generasi mudak di kerajinan tenun gendong. Generasi muda bisa berkreasi kerajinan tenun gendong ini untuk pembuatan handycraff, seperti sleyer, topi juga bisa digunakan untuk pemanis kebaya.

Kemudian juga dari segi pemasaran diharapkan sudah menggunakan market online, sehingga seluruh dunia bisa melihat produk-produk yang ditawarkan. Market online bisa meningkatkan daya tawar sebuah produk sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis. Peningkatan nilia ekonomis akan berdampak pada naiknya pendapatan.  Inovasi-inovasi inilah yang dibutuhkan agar tenun gendong tidak punah.

Sebagai pemerintah juga bisa menjembatani antara lain penyediaan stok bahan baku agar tidak kehabisan.  Juga vasilitator pemasaran baik itu mendatangkan investor (pembeli) maupun regulasi dalam bentuk kebijakan yang berpihak pada kerajinan khusunya tenun gendong, misal mewajibkan para karyawannnya untuk membeli slayer dari tenun gendong, topi atau  kerajinan tenun gendong dalam bentuk lain.

Semoga dengan pemerintah, swasta dan steakholder lainnya bergerak, insyallah kerajinan tenun gendong dimana merupakan warisan budaya lokal bisa diangkat dari kepunahan. Amin 3x YRA

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun