Mohon tunggu...
Rut sw
Rut sw Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga, Penulis, Pengamat Sosial Budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha melejitkan potensi dan minat menulis untuk meraih pahala jariyah dan mengubah dunia dengan aksara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peringatan WHO Akankah Jadi Angin Lalu?

16 Januari 2021   22:43 Diperbarui: 16 Januari 2021   23:10 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi Pandemi, Pinterest/tinyluxeweddings.com

WHO peringatkan tahun kedua pandemi mungkin lebih sulit (kompas.com, 14/1/2021). Hal tersebut diungkapkan Kepala Program Kedaruratan WHO Mike Ryan. "Kami akan memasuki tahun kedua, bahkan bisa lebih sulit," kata Ryan seperti dikutip dari CNA, 14 Januari 2021.

Menurutnya, dinamika transmisi dan masalah lain yang terlihat, mendorong lebih sulitnya pandemi di tahun kedua, terutama di belahan bumi utara. Melansir VOA News, Ryan menyampaikan, selain Asia Tenggara, seluruh wilayah di dunia telah menunjukkan peningkatan infeksi selama seminggu terakhir.

Amerika Serikat menjadi negara paling banyak melaporkan kasus positif, yang menyumbang setengah dari seluruh kasus global dan 45 persen dari semua kematian. Setidaknya dua varian baru virus corona, yang diidentifikasi di Inggris dan Afrika Selatan, telah terbukti lebih mudah menular dan memunculkan kekhawatiran.

Keberadaan makluk ciptaan Allah SWT dalam ukuran nano ini cukup memorakporandakan dunia, terutama bagi dunia dengan sistem kapitalismenya. Membuat perekonomian mereka ambruk. Hutang menumpuk, pengangguran terus meningkat, kelaparan dan sejumlah aksi kriminal mulai mengikuti sebagai efek domino. 

Persoalan yang dianggap sebagai pemicu makin tak terkendalinya Covid-19 adalah dinamika transmisi yang diakibatkan perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain begitu masiv. Terlebih dengan alasan new normal life, semua sektor dipaksa untuk bergerak, hanya dengan mengandalkan protokol kesehatan. Akibatnya, kerumunan tak terkendali dan kluster baru penyebaran tercipta lebih massif. 

Anehnya, penguasa setempat selalu menyalahkan rakyatlah penyebab utamanya. Padahal jika rakyat "membandel" bukankah seharusnya pemerintah intropeksi diri? Dari awal informasi tak jelas, berganti-ganti kebijakan pula. Tak ada yang tepat sasaran, makin memperlihatkan jika pemerintah tak punya strategi jitu, namun hanya meratifikasi kebijakan internasional salah satunya WHO sebagai salah satu badan di PBB, alat AS. 

Ketika partai Demokrat dan Republik di Amerika masih memperdebatkan apakah pelonggaran Lockdown ataukah tidak, semata-mata pertimbangannya adalah ekonomi. Agar tak terlalu terpuruk, hingga kemudian menjadi kebijakan PBB dan negara pembebek, termasuk Indonesia mengikuti. 

Muncullah istilah New Normal Life, cara hidup baru dengan berdamai dengan virus mematikan. Bukankah secara logika sudah cacat akal? Virus seharusnya ditangani, bukan malah berdamai. Ekonomi bukannya membaik, sebab pariwisata dibuka, tempat-tempat bisnis di gelar meskipun ada pembatasan. Bagi rakyat ini juga peluang, sebab ketika mereka di rumah saja, tak ada bantuan sepeserpun yang menjamin kebutuhan mereka tetap terpenuhi. 

Jika negara di Eropa, Jepang atau China, pemerintahnya memberikan jaminan hidup ketika ada warganya yang harus menjalankan isolasi. Bagaimana di Indonesia? Lockdownpun berganti istilah berkali-kali, tak ada pembatasan keluar masuknya orang dari dan ke luar negeri.

Bantuan pemerintah hanya berupa BLT dan beberapa kartu jaminan, yang jumlahnya sedikit dan berbatas waktu. Demikian juga dengan rumitnya pengurusan, malah menimbulkan celah digunakan oleh mereka yang tak berhak namun punya korelasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun