Dikutip dari KOMPAS.com, 19 Oktober 2020, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pada 9 Oktober 2020, telah meneken peraturan terkait kebutuhan hidup layak (KHL) bagi buruh atau pekerja.
Aturan KHL tersebut diatur di dalam Permenaker Nomor 18 Tahun 2020. Menggantikan beleid sebelumnya, Permenaker Nomor 13 Tahun 2012 karena adanya kajian dari Dewan Pengupahan Nasional. Â Beleid terbaru ini berisi peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup layak dalam jangka waktu lima tahun.
Dewan Pengupahan Nasional telah memberikan rekomendasi berupa hasil kajian atas komponen dan jenis kebutuhan hidup layak sebanyak 64 komponen dari sebelumnya hanya 60 komponen kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk ditetapkan sebagai hasil peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup layak.
Adapun komponen tambahan kebutuhan hidup layak yang diusulkan Dewan Pengupahan tersebut salah satunya paket pulsa dan data ponsel (HP) sebesar 2 gigabyte (GB) atau setara Rp 50.000 tiap bulannya akan diterima oleh buruh/pekerja. Â
Para buruh dan pekerja akan mendapatkan dana rekreasi dalam kota/kabupaten sebanyak 2/12 kali. Tabungan 2 persen dari total pengeluaran. Juga jaminan sosial sebesar 2 persen dari total pengeluaran. Tak hanya itu, untuk komponen air galon juga akan didapatkan oleh buruh/pekerja sebanyak tiga galon tiap bulannya.
Sungguh, peninjauan kembali ini begitu menggelikan, mana mungkin komponen yang ditambahkan dalam pengupahan hanyalah paket pulsa senilai 50 ribu setiap bulannya dan air galon? Apakah itu sudah bisa dikatakan sebagai standar sejahtera?
 Sebenarnya kebutuhan utama rakyat adalah terpenuhinya sandang, pangan, dan papan. Dan mungkinkah UU Omnibus Law yang baru saja disahkan mampu mewujudkan kesejahteraan yang hakiki? Lagi-lagi munculnya kebijakan ini hanyalah berdasarkan keuntungan yang bakal diperoleh negara dari para pengusaha.
Padahal, kepekaan seorang pemimpinlah yang hari ini lebih diutamakan, namun tak akan muncul pemimpin yang adil sekaligus memiliki kelembutan hati selama yang digunakan sebagai landasan mengatur urusan masyarakat individu per individu adalah sekuler. Yaitu paham pemisahan agama dari kehidupan.Â
Dengan kata lain, segala sesuatu diatur sesuai kehendak manusia. Padahal manusia itu sendiri tak paham apa yang terbaik bagi dirinya kecuali jika telah datang informasi mengenainya.
Di masa pandemi memang meniscayakan kebutuhan pulsa meningkat, sebab dari sejak sekolah hingga bekerja semua dilakukan from home. Namun, berapa jumlah rakyat yang hari ini masih menikmati rumah tak layak, makan tak layak bahkan hingga keamanan yang menentramkan?Â