Nasib Guru Honorer Tanpa Tanda Pasti
Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
Hyme guru masih terasa basah dilagukan, bahkan air mata haru selalu menyertai ketika bait-baitnya dilafalkan. Namun kesejahteraan guru tak seabadi hyme ini.  Malah justru berbanding terbalik dengan  fakta dalam masyarakat. Mereka yang masih honorer sedang menanti tanda  tak pasti terkait masa depan.
Dalam bait-bait lagunya  tidak disebutkan apakah guru itu berstatus PNS ataukah masih honorer, mereka tetap mengabdi dengan keilmuan yang mereka miliki, di manapun berada. Merekalah pengukir kepribadian anak, pencerdas bangsa dan menghapus kebodohan. Meskipun zaman telah berubah, profesi guru tetap sebuah profesi yang mulia dan menjadi kehormatan bagi yang menyandangnya. Karenanya meskipun guru tak selalu profesor namun darinya bermunculan berbagai kepangkatan dan profesi.
Pemerintah melalui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta pekerja honorer tak memaksakan kehendak untuk mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018.
Pasalnya, ada aturan yang harus dipatuhi untuk menjadi PNS ( okezone.com/ 20/9/2018). Sebagaimana diketahui sebelumnya , ratusan guru honorer mendadak mogok kerja di beberapa daerah. Mereka meminta syarat usia dan tingkat pendidikan dihapuskan agar dapat mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018.
Kesalahan sistem Pendidikan di negri ini turut menyumbang munculnya guru honorer.  Pemerintah gencar dalam menjalankan program pendidikan 9 tahun. Tetapi tidak diimbangi dengan kesiapan sumber daya manusia atau tenaga pengajar. Akibatnya, untuk menutup kekurangan  terpaksa diperbantukan guru honorer agar keberlangsungan pendidikan, terutama di daerah yang sulit di akses bisa tetap berjalan. Persoalan berputar pada infrastruktur dan SDM.Â
Sementara ketika ada perekrutan CPNS, undang-undangnya belum dirubah, maka peluang honorer menjadi PNS lenyap. Inilah  perlakuan buruk sistem sekuler terhadap profesi pendidik dan pandangan sistem terhadap urgensi pendidikan. Kembali landasannya rapuh, hanya kemanfaatan semata. Padahal pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara dan wajib ditunaikan oleh negara. Karena pendidikan adalah kunci tegaknya peradaban bangsa yang mampu memimpin dunia. Tidak di dikte oleh bangsa lain, apalagi hingga dijajah.
Sistem sekuler menempatkan sistem pendidikan hanya sebagai komponen ekonomi, yakni sebagai bagian pencetak mesin industri . Â Bukan pembangun peradaban sehingga kental dengan hitungan untung rugi. Kurikulum disusun agar mampu mengakomodasi kepentingan pemerintah di atas.Â
Maka wajar jika output pendidikan kita  hanyalah sebatas sumber daya manusia yang siap kerja dan murah. Terlebih dengan ikutnya Indonesia ke dalam MEA ( Masyarakat Ekonomi Asia), makin mempermudah masuknya asing untuk menguasai pasar indonesia dengan produk mereka yang overload. Alhasil, bagaimana bisa Indonesia mandiri dan memimpin dunia, jika hari ini visi dan misi pendidikan hanya mengusung jargon kosong mencerdaskan bangsa, para guru yang bakal memberi pengajaran nasibnya tidak jelas. Merekapun manusia biasa yang punya keluarga dan butuh sejahtera.
Pandangan Islam terhadap pendidikan dan para pendidik bertolak belakang dengan sekulerisme kapitalise. Islam menjadikan pendidikan sebagai  pilar peradaban mulia, dan menempatkan para guru sebagai salah satu arsiteknya. Nampak dari fokus  negara khilafah terhadap pendidikan dan jaminan kesejahteraan para guru.