Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis kehidupan, Menghidupkan tulisan

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ikhlas Memaafkan, Bukan Sekadar Ritual Lebaran

5 Juni 2019   23:43 Diperbarui: 5 Juni 2019   23:51 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu mudah orang memberi maaf, begitu pula gapangnya orang meminta maaf terlihat ketika Idul Fitri. Di tengah keramaian jemaah yang berkumpul di masjid maupun lapangan terbuka usai khotib menyampaikan khotbah para jemaah dengan spontan secara bersama-sama saling menyampaikan kata, maaf.  Pemandangan yang membikin damai dan membahagiakan, sehingga tidak ada lagi kebencian dan juga dendam.

Begitupula ketika saya usai sholat Idul Fitri di masjid dekat rumah tempat saya tinggal. Saya dikejutkan dengan seorang tetangga yang sejak ia pindah di dekat rumah kami tidak pernah bertegur sapa. Saya mendahului menyapa tapi ia tidak merespon apa-apa, bahkan menunjukkan ketidaksenangan.  Bila menggelar hajatan ia tidak pernah mengundang. Saya jadi bertanya-tanya apa salah saya. Sudah lebih 5 tahun ia tinggal di dekat rumah, baru kali ia menyapa ketika usai sholat Idul Fitri 1440 H.

“ Mohon maaf,” katanya seraya memberikan tangannya ingin bersalaman.

Tanpa beban walaupun heran, saya sambut keinginannya untuk bersalaman. Kembali saya bertanya dalam diri saya, apa benar ia merasa bersalah dengan sikapnya selama ini ataupun tidak ada lagi kebencian yang juga selama ini membikin saya heran, apa kesalahan saya sehingga  membuat ia benci. Sedangkan saya sudah lebih dahulu tinggal di tempat itu, sedangkan ia sebagai warga baru. Tidak jelas penyebabnya, tiba-tiba ia langsung membenci dan tidak pernah menyapa.

Saya berusaha menenangkan diri, mungkin juga orang ini merupakan sosok yang sombong sehingga tidak mau berkomunikasi dengan orang yang dinilainya lebih rendah secara strata ekonomi yang dibandingkan dengan dirinya lebih kaya. Sikap tetangga saya ini saya nilai sebagai kejadian yang biasa. Dari ribuan orang, mungkin ada satu yang seperti ini. 

Mudah-mudahan setelah permohonan maaf yang disampaikan, benar-benar telah memaafkan dan sudah ada tegur sapa. Tidak sekedar hanya berjabatan tangan mengikutikuti ritual di hari yang penuh dengan permohonan maaf dan pemberiaan maaf ini. Bukan hari yang hanya sekedar dipenuhi jabat tangan.

Dari pengalaman ini, saya menilai yang paling penting dari Idul Fitri bukan hanya jabat tangan tapi keikhlasan dari permohonan dan pemberian maaf. Benar-benar maaf yang disampaikan adalah maaf yang sesungguhnya yang tidak ada lagi dendam. Melepas segala kebencian yang pernah terjadi. Bisakah ini dilakukan? 

Kalau bisa, maka perbedaan, permusuhan, pertentangan akan lebur menjadi satu yakni kebersamaan yang disatukan oleh yang namanya, maaf. Demikian pula kejutan yang diberikan tetangga yang tidak pernah menyapa saya selama ini, yang sempat membuat saya bingung, apa kesalahan saya, apakah maaf yang disampaikan benar-benar maaf yang sesungguhnya? 

Lihat saja nanti setelah Ramadan dan Idul Fitri berlalu, apakah akan berjalan normal seperti tetangga yang lain yang saling tegur sapa. Kalau benar kata maaf yang disampaikan, berarti Ramadan telah membuatnya kembali kepada fitrah yakni kesucian sebagai manusia. Semoga.

Salam dari pulau Bangka.

Rustian Al Ansori. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun