Oleh: Rus Rusman
Salah satu tantangan terberat bagi dunia pendidikan kita adalah pada ranah literasi. Sebagaimana acap kali digelorakan dalam setiap kesempatan bahwa idealitas kurikulum 2013 antara lain adalah bagaimana mendorong insan pendidikan agar lebih bergairah dalam berliterasi.
Sementara itu inti dari aktivitas literasi adalah "demen baca, demen nulis dan demen memaknainya." Padahal justru di wilayah "3 demen" inilah agaknya bangsa ini telah mempunyai prestasi yang mengagumkan, yakni prestasi"betah duduk tanpa bacaan."
Memang sungguh mengenaskan, apabila kita cermati baru pada taraf awal saja, yakni tahap "demen baca", kita sudah disuguhi tantangan yang sangat berat. Telah hampir 75 th memproklamasikan diri sebagai bangsa yang merdeka, namun ketidaksukaan membaca selalu ditimpakan kepada mantan penjajah. Banyak orang Indonesia kalau ada hal buruk selalu mengatakan, ini akibat terlalu lamanya terkungkung oleh penjajahan. Heem.., sungguh tak lucu ya !?
Yang lebih mengenaskan lagi adalah saat kita ketahui bahwa guru-guru di Indonesia ternyata juga tergorong insan yang enggan membaca. Hal ini juga tidak terlepas pula di dalamnya, yaitu kalangan para pengawas sekolah yang konon merupakan simbahnya guru.
Tentu saja ini bukan isapan jempol, dari setiap sepuluh link artikel yang sering saya share ke group-group WA maupun jaringan pribadi pengawas sekolah, rata-rata hanya 2 artikel yang tertandai telah dibaca. Umumnya hanya dapat lirikan mata saja. Kondisi itu terlihat pada angka yang muncul di sebelah penanda bacanya.
Lantas bagaimana dengan tahapan yang kedua, yakni "demen nulis", aduh emak, kalau pada tahap input saja sepi aktivitas mana bisa outputnya tumbuh subur. Padahal orang bisa memproduksi kalimat demi kalimat tentu saja harus memiliki bahan yang cukup.
Lantas, harus bagaimana ini? Satu-satunya jalan bagi para pengawas adalah harus merubah mainset (pola pikir). Bagaimana orang-orang super ini akan me-literasi-kan para guru jika dirinya sendiri kebiasaannya hanya sebatas "melirik" judul bacaan saja. Bagi para super intendent ini jelas kegiatan berkarya tulis harus dijadikan sebagai kebutuhan dasar sebagaimana Maslow katakan dalam teori "The Hierarchy Of Need" (1989) Â bahwa yang paling bisa menggerakkan motivasi manusia adalah fakor kebutuhannya itu sendiri. Semoga***
Keterangan:
Penulis adalah Pengawas Sekolah di Kab. Tuban.