Mohon tunggu...
Rusdianto Sudirman
Rusdianto Sudirman Mohon Tunggu... -

mahasiswa Program Magister Hukum Pasca Sarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menguji Kenegarawanan Hakim MK Terpilih

7 Maret 2014   02:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:09 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak ditangkapnya Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praktis jumlah hakim di Mahkamah Konstitusi hanya 8 orang, belum lagi salah satu Hakim MK Haryono akan memasuki usia pensiun. Sehingga MK saat ini membutuhkan 2 orang Hakim yang negarawan untuk mengisi posisi yang di tinggalkan oleh Akil Mochtar dan Haryono nantinya. Seperti yang kita ketahui bersama  Komisi III DPR-RI dan Tim Pakar telah melakukan uji kelayakan atau fit and proper test untuk menyeleksi para calon Hakim MK dengan harapan kelak bisa di dapatkan sosok hakim MK yang independen, imparsial, dan negarawan.

Sekarang ini sejak Tanggal 5 Maret 2014 Tim Pakar telah memilih 2 orang untuk mengisi  kekosongan jabatan Hakim Konstitusi yaitu Prof Aswanto yang memperoleh 23 suara dan DR. Wahidin Adams memperoleh 46 suara, setelah tim pakar melakukan fit and proper test secara maraton yaitu sejak Tanggal 3-5 Maret 2014, dari 12 orang calon hakim MK yang mendaftar namun hanya 11 orang yang mengikuti fit and proper test .  Tim pakar beranggotakan 8 orang yakni Buya Syafii Maarif, Laica Marzuki, Zein Bajeber, Natabaya, Laudin Marsuni, Andi Mattalatta, Saldi Isra, dan Husni Umar. Adapun 11 orang calon hakim MK yaitu Sugianto,Wahiduddin Adams, Ni’matul Huda, Franz Astaani, Atip Latipulhayat, Aswanto, Dimyati Natakusuma, Yohanes Usfunan, Atma Suganda, Agus Santoso,dan Edie Toet Hendratno. Meskipun belakangan 1 calon Hakim MK Dimyati Natakusuma mundur setelah mengikuti  fit and proper test karena desakan dari fraksi PPP.

Dari 2 nama yang terpilh dan beberapa nama calon hakim MK yang tersebut diatas, ternyata masih belum mampu memberikan kepuasan kepada tim pakar yang melakukan fit and proper test, setelah mengikuti rangkaian kegiatan fit dan proper test dari komisi III dan Tim Pakar banyak ditemukan calon Hakim MK yang jauh dari kriteria dan syarat untuk menjadi Hakim MK, Didalam pelaksananaan fit and proper test banyak ditemukan calon hakim MK yang tidak memenuhi syarat, Sugianto Misalnya ketika anggota Tim Pakar Saldi Isra menanyakan perbedaan mekanisme Judicial Review antara Indonesia dan Amerika Serikat, Sugiono hanya terdiam dan menjadi bahan tertawaan anggota Komisis III dan Tim Pakar.  Bahkan Prof Aswanto yang terpilh juga dicecar pertanyaan oleh Tim Pakar mengenai integritas pribadinya, termasuk jumlah mobil mewah, keterlibatannya dalam partai politik tertentu dan ujian skripsi anaknya yang tertutup tanpa dihadiri mahasiswa lainnya. Pertanyaan tersebut bertujuan untuk menguji integritas Calon Hakim MK berdasarkan informasi dari masyarakat yang diterima tim pakar. Lain halnya dengan Calon Hakim MK Franz Astaani, tim pakar justru mempertanyakan sepuluh gelar akademik yang di milikinya, jika di tulis lengkap dengan gelar, maka namanya menjadi Dr Dr Franz Astani Ir SH MKn SE MBA MM MSi CPM. Pasalnya jumlah gelar akademik yang dimiliki tidak sebanding dengan tulisan Makalah yang di kumpul di tim pakar, sehingga memunculkan pertanyaan, fokus keilmuan apa yang dimiliki oleh calon hakim tersebut.

Sebenarnya jika kita mengacu didalam konstitusi persyaratan untuk menjadi Hakim MK memang sangat ketat. Pasal 24C ayat (5) UUD NRI 1945 menyatakan “Hakim Mahkamah Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara”. Menurut penulis berdasarkan Syarat yang tersebut diatas beberapa calon hakim MK yang tersebut diatas tidak ada yang memenuhi syarat. Frasa “integritas” dan “negarawan” dalam Pasal tersebut diatas masih multitafsir, sejauhmanakah kita mampu mengukur kenegarawanan dan integritas seseorang sehingga dapat terpilih menjadi Hakim MK, dan indikator apa yang harus dipenuhi seseorang sehingga layak disebut negarawan?, jika kita mempelajari rekam jejak para calon Hakim MK yang ada hampir seluruhnya berlatar belakang akademisi dan aktif mengajar sebagai dosen. Apakah dengan latar belakang sebagai akademisi bisa dikategorikan sebagai negarawan? Tentu jawabannya tidak, Penulis berpendapat Hakim Mahkamah konstitusi harus bisa menjaga independensi, imparsial, dan memiliki sifat negarawan. Seorang Hakim MK harus merdeka dan terbebas dari intervensi dari pihak manapun, baik dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Untuk itu seharusnya Hakim MK tidak boleh berasal dari kader atau mantan kader partai politik tertentu, karena dikhawatirkan nantinya itu bisa merusak independensinya karena mengutamakan kepentingan partai politik tertentu.Yang perlu kita pahami bersama ketentuan Pasal 24C ayat (3 dan 5) UUD NRI1945 menentukan hakim Mahkamah Konstitusi harus negarawan(BUKAN POLITISI) dan diajukan oleh (BUKAN DARI) DPR 3 orang, Presiden 3 orang, dan Mahkamah Agung 3 orang untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden atau KEPPRES.

Menurut hemat penulis, jika memang dalam pelaksanaan fit and proper test anggota Komisi III dan tim pakar tidak menemukan sosok yang ideal untuk menduduki jabatan Hakim MK , seharusnya 10 calon Hakim MK yang tersisa jangan diterima, daripada memaksakan seseorang untuk menduduki jabatan yang amat mulia sebagai Hakim MK tetapi tidak memenuhi kualifikasi dan syarat yang telah ditentukan. Kita tidak ingin nantinya lahir regenerasi Akil Mochtar yang baru yang malah merusak dan mencoreng harkat, martabat, dan wibawa Mahkamah Konstitusi. Meskipun sebenarnya Komposisi jumlah Hakim MK sudah harus lengkap sebelum pelaksanaan Pemilu 2014. Kita semua berharap kelak nantinya sosok hakim MK yang terpilih mampu menjadi Hakim MK yang mempunyai sifat negarawan, independen dan mempunyai integritas yang baik,  sehingga dapat mengembalikan harkat, martabat, dan wibawa MK sebagai pengawal konstitusi dan demokrasi.


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun