Mohon tunggu...
RuRy
RuRy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Demak Jawa Tengah

Orang biasa dari desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelajaran "Non Akademis" yang Hanya Didapatkan dari Merantau

19 Oktober 2020   15:57 Diperbarui: 19 Oktober 2020   17:57 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Uprint.com

Merantau tidak hanya identik dengan kaum buruh, kuli, asisten rumah tangga, dan pekerja dengan strata bawah pada umumnya. Sebenarnya ada nama lain istilah bekerja di lain daerah atau di luar negeri ini. Seperti dinamakan 'dinas dan tugas' hanya saja sebutan namanya lebih keren sesuai bidang dan tugas yang dilakoninya.

Merantau sebenarnya bukan keinginan orang pada umumnya, karena harus meninggalkan keluarga dan orang tua yang dicintai dalam waktu tertentu. Sebisa mungkin kita akan mengupayakan bagaimana bisa mencari nafkah dan bekerja tetapi tidak jauh dari keluarga.

Ada beberapa alasan mengapa seseorang harus pergi merantau. Diantaranya, karena keadaan, penugasan, dan jabatan yang harus diemban.

Merantau dan jauh dari keluarga tidak selalu menjadi hal menyedihkan jika kita bisa melihat dari sisi lain. Selain mencari penghasilan, di sini fase dimana seseorang akan dihadapkan dengan kompleksitas kehidupan yang sebenarnya.

Pengalaman pribadi

Sejak kecil saya tidak pernah membayangkan suatu saat akan pergi merantau, bahkan dalam waktu yang lama dengan daerah yang berbeda-beda. Namun karena keadaan ekonomi pada waktu itu mendesak saya untuk melakoninya.

Apalagi pertama kali menjadi anak rantau usia saya belum genap lima belas tahun. Masa yang seharusnya masih bergelut dengan buku dan mata pelajaran, namun sudah merasakan kerasnya mencari uang demi menyambung kehidupan.

Saya masih ingat pertama merantau dan melihat ibukota sekitar tahun 92'an, tepatnya di daerah Tanjung Priok. Di sebuah bangunan PLTU megah itulah kali pertama saya berstatus anak rantau. Karena umur belum sampai target, KTP pun belum saya punya pada waktu itu, hingga harus main kucing-kucingan saat bekerja. Beruntung ada saudara yang menjadi mandor disana hingga saya bisa berlanjut beberapa bulan bekerja.

Masa kecil yang memprihatinkan, disaat gelora ingin sekolah harus kandas karena fakta yang tak terbantah. Dari semua perjalanan itu saya mencoba menyisir seonggok hikmah yang ditorehkan. Mungkin Tuhan tidak menghendaki saya melanjutkan sekolah formal, tetapi berkehendak supaya saya masuk di university  of life (universitas kehidupan)

Kisah di atas adalah momen pertama dalam hidup yang tidak akan pernah saya lupakan. Seiring berjalannya waktu proses panjang dan tahap demi tahap pelan-pelan saya mulai menemukan sesuatu yang amat berharga dalam hidup ini.

Nilai dan cinta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun