Tulisan ini bukan ingin tenggelam dalam nostalgia pada saat dahulu, lebih kepada keinginan untuk membawa kita bersama membayangkan hal-hal positif mengenai alat komunikasi dalam laju sosialisasi. Sekarang ponsel pintar telah bisa didapatkan dengan mudah, jika ingin mengejar gengsi banyak variasi dari beragam produk yang sudah tersebar isunya dalam proses sosialisasi masyarakat akan produk tersebut, akan tetapi jika hanya mengejar sosmed, bisa dipastikan juga berserakan ponsel pintar murah meriah yang ada dipasaran.Â
Syahdan, teknologi merupakan media pembantu umat manusia dalam menjalani kehidupan yang seru ini. Makin berjalannya waktu makin tinggi pula hasil-hasil teknologi menetas dan dipelihara manusia, tak terkecuali ponsel pintar yang umumnya merepresi jempol kita untuk terus menscroll keatas kebawah melihat-lihat konten apapun.Â
Hasil yang terlihat daripada penggunaan ponsel pintar-pun, dari segi ekonomi makin meraup keuntungan yang besar bagi kantong pemilik label-label ponsel yang sudah diakui di-Indonesia. fetisisme teknologi juga menjadikan kelas-kelas tertentu bagi pemilik ponsel tertentu pula, saat ini semua bisa didapatkan dengan mudah asal dianggap sebagai sosialita yang menengah keatas tentu saja dengan sistem kredit sebagai solusinya. Kegilaan ini apakah dasarnya? orang-orang yang berlagak punya tanpa melihat diri sendiri tiba-tiba menjadi lapar hanya karena simbol buah di belakang ponsel tersebut, produk yang sama, hasil yang itu-itu saja, dan penambahan teknologi yang dibuat seolah-olah eksklusif padahal tidak begitu primer dalam kehidupan manusia. Anti teknologi merupakan tindakan yang kurang tepat, akan tetapi dibodohi teknologi juga menjadi masalah bagi masyarakat.
tanpa adanya rentang usia mengenai penggunaan ponsel pintar ini juga menjadi bumerang bagi para orang tua yang kelewat gaul mendemokrasikan anak-anaknya. hasilnya yang terbaru sedang ramai di medsos banyak anak-anak belum cukup dewasa pamer cinta-cintaan. makan deterjen, micin, sampai pomade dari susu.Â
Apakah mereka patut disalahkan sepenuhnya? Saya pribadi sebagai manusia sangat menyayangkan kurangnya interaksi langsung kepada sesama yang lebih tua maupun lebih muda untuk sekedar berbicara bertatapan mata secara langsung. Minimnya bimbingan langsung dari manusia ke manusia berganti dari tutorial video-video yang menyebar tanpa pandang batasan usia. Terlalu bebas sepertinya bukan mental bangsa ini. Rangkullah yang ada disekitar kita, hentikan tindakan yang malah menjadi bumerang bagi kita dalam memanfaatkan ciptaan manusia yang sangat berguna tersebut, karena musuh kita itu semu yang seolah-olah nyata.Â