Mohon tunggu...
denny sakrie
denny sakrie Mohon Tunggu... -

music writer,music archivist

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rendra, Sang Wisanggeni (1935 -2009)

7 September 2009   01:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:45 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jam 22.24 WIB Kamis 6 Agustus 2009 saya ditelepon seorang teman :”Mas,Rendra meninggal dunia “.Sejenak saya tercenung.Kaget,karena beberapa pecan sebelumnya saya mendapat kabar Rendra yang dirawat di RS Harapan Kita telah pulih dan kembali ke rumah.Lalu saya menghubungi sahabat Rendra,Yockie Suryoprayogo,untuk memastikan berita berpulangnya Si Burung Merak.Tiwie,isteri Yockie membenarkan kabar duka cita itu.Sekelebat saya langsung teringat sajak yang ditulis Rendra, “Makna Sebuah Titipan” :

Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini
hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya : mengapa Dia menitipkan padaku ???
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ???
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu ???
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas, dan
kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua
"derita" adalah hukum bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh
dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.
Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja

Kata-kata adalah kekuatan utama Rendra.Dia adalah sosok yang kokoh.Tegak pada sikap dan pendirian,hal sederhana yang sesungguhnya sulit untuk dilaksanakan.
Perginya Rendra pada Kamis 6 Agustus 2009 jam 22.15 WIB di RS Mitra bagi kita seperti kehilangan sebuah benda pusaka yang langka.Yang sulit dicari tandingannya.
Dalam sajaknya “Sajak Seorang Tua Untuk Isterinya”,Rendra bertutur :

Hidup bukan untuk mengeluh dan mengaduh
Dan bukan pula demi surga atau neraka
Tetapi demi kehormatan seorang manusia

Kita pun akhirnya mahfum bahwa Si Burung Merak tak lagi sekadar sosok seniman atau pun budayawan saja.Rendra adalah sosok manusia tegar yang pantang gentar.Dia dilahirkan 7 November 1935 di Solo,Jawa Tengah dengan nama Willibrordus Surendra Broto Rendra ,sebagai anak tertua dari 7 bersaudara. Ayahnya Raden.Cyprianus .Soegeng Brotoatmodjo,seorang guru bahasa Indonesia dan Jawa kuno di sebuah sekolah Yayasan Katholik di Solo. Ibunya Raden Aju Catharina Ismadillah pernah menjadi penari serimpi kesohor kraton Yogyakarta Hadiningrat. Rendra memang berdarah biru.Bersekolah di Taman Kanak Kanak Susteran,lalu mulai dari SD hingga SMAdi Bruderan.Rendra dibesarkan dalam tradisi Katholik.Saat itu Rendra memang anak baik yang aktif dalam gerakan pramuka.Tapi pada akhirnya Rendra berubah.Mulai membantah dan pernah diusir ayahnya karena kerjanya keluyuran dan luntang lantung tak keruan. Terjadi perbedaan prinsip antara Rendra dan ayahnya.Mungkin di fase inilah sikap kritis Rendra mulai mencuat tajam.Sebuah sikap yang kelak menjadi jati diri yang melekat kuat dalam sepak terjangnya baik dalam dunia seni maupun dalam berbagai sendi kehidupan. Sikap semacam ini justeru mengingatkan kita pada Wisanggeni ,tokoh wayang yang yang ternyata sangat digandrungi Rendra.

Menurut Rendra,Wisanggeni adalah simbol anak muda yang tak kenal kompromi .Senantiasa mbalelo dan kerap memberontak terhadap nilai nilai yang dianggap tak layak.Wisanggeni bahkan memberontak terhadap ayahnya sendiri,Arjuna.Sesuatu yang mirip dengan sikap Rendra terhadap sang ayah.

Jiwa pemberontak Wisanggeni kelak mewarnai semua sikap dan karya karyanya dalam ranah seni. Disaat berusia 15 tahun dengan menggunakan nama Willy SRD cerita pendeknya yang pertama bertajuk “Drama Pasar Pon” dimuat di majalah Pembimbing Putera.

Di tahun 1952,Rendra yang duduk dibangku SMA telah menghasilkan karya drama pertamanya dalam bentuk stensilan Goncangan Pertama dengan sebuah tagline Dipersembahkan kepada masjarakat dan pemuda.
Di tahun itu juga karyanya mulai dimuat di majalah Siasat.

2 tahun berselang karya karya puisi Rendra mulai bertebaran di berbagai majalah dalam rubrik sastra dan budaya yang terbit di Solo dan Jakarta seperti Kisah,Seni,Basis,Siasat Baru dan Konfrontasi.
Ditahun 1956 Rendra mendapat penghargaan tahunan dari majalah “Kisah” untuk cerita pendeknya bertajuk “Ia Punya Leher Yang Indah”.

Lalu pada tahun 1957 Rendra memperoleh Hadiah Sastra dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional,karena dianggap menunjukkan prestasi sebagai penyair terbaik dalam kurun waktu 1955-1956.
Meski agak jarang menulis cerita pendek,namun Rendra di tahun 1963 menerbitkan kumpulan cerita pendeknya yang pertama dengan judul “Ia Sudah Bertualang”.

Yang paling banyak diterbitkan justeru adalah buku kumpulan sajak.”Balada Orang Orang Tertjinta” adalah buku kumpulan sajak Rendra yang pertama diterbitkan pada tahun 1957.Yang disusul dengan penerbitan buku “Empat Kumpulan Sajak” (1961),”Blues Untuk Bonnie” (1971) dan “Sajak Sajak Sepatu Tua”. Semuanya diterbitkan Pustaka Jaya.Ini adalah era paling subur dalam atmosfer kepenyairan Rendra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun