Idealnya, jurnalis seharusnya tetap memberikan informasi tersebut kepada masyarakat. Akan tetapi terdapat masalah ketika upah yang didapat hanyalah dari media itu. Terjadi masalah di mana berkemungkinan jurnalis dapat dipecat, tidak mendapatkan upah, atau mendapat ancaman dari perusahaan media yang menaunginya.
Masalah kedua ialah terkait pasal 6, yaitu suap. Jurnalis seharusnya tidak menerima bayaran untuk membuat suatu artikel atau berita. Jurnalis harus bersifat netral dan berita yang diberikan kepada publik semestinya terlepas dari campur tangan semua pihak. Dilihat dari unggahan web AJI pada tanggal 2 Juli 2018, mereka mendesak kementrian dan lembaga negara untuk menghentikan praktik suap wartawan yang masih sering terjadi. Kondisi minimnya upah, disandingkan dengan kasus suap menjadikan jurnalisme, termasuk jurnalisme online semakin dipertanyakan kredibilitasnya.
Peran jurnalisme yang penuh tanggungjawab untuk memberikan informasi yang terpercaya dan terbuka kepada masyarakat, serta resiko yang dapat diterima jurnalis dalam pekerjaannya. Jurnalisme Online sebagai media baru jurnalis untuk memberikan berita masyarakat tidak bisa dikatakan sebagai jalan keluar. Portal berita memang memberikan ruang kepada seluruh jurnalis untuk memberikan informasi, namun idealisme jurnalisme, seperti independen dan informasi netral dan terbuka tetap saja dibatasi oleh ideologi media atau kepentingan media yang menaunginya guna menghidupi dan membayar jurnalis yang telah bekerja kepada media itu. Kasus upah yang sering tidak dibayarkan atau telat dibayarkan masih kerap terjadi dan menjadi dilema bagi para jurnalis untuk bertahan dalam dunia jurnalisme. Antara ideologi atau upah untuk hidup.