Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Arkeolog Kini Berkolaborasi dengan Pakar Teknologi

18 Maret 2018   09:09 Diperbarui: 18 Maret 2018   09:56 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan zamannya lagi bekerja sendiri. Para arkeolog pun kini berkolaborasi dengan pakar teknologi. Bersama-sama, tim multidisiplin ini mengungkap misteri di balik sejumlah monumen bersejarah.

Selama lebih dari satu abad, para peminat arkeologi telah menyusuri El Castillo (alias "sang kastil"), piramida yang dibangun lebih dari seribu tahun oleh bangsa Maya kuno.

Situs Warisan Budaya Dunia yang terletak di semenanjung Yucatan, Meksiko, ini menyimpan sejumlah misteri: Benarkah ada labirin penuh air di bawah piramida, seperti kepercayaan masyarakat? Benarkah ada ruangan-ruangan tersembunyi di jantung piramida, seperti keyakinan arkeolog?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kelompok multidisiplin pun dibentuk untuk menjalankan The Great Maya Aquifer Project. Tim gabungan pakar arkeologi dan teknologi ini dipimpin Guillermo de Anda, arkeolog bawah air dari National Institute of Anthropology and History, Meksiko.

"Studi dengan skala sebesar ini belum pernah dilakukan," tandas Guillermo. "Kami yakin akan dapat memahami piramida dengan perspektif baru, sekaligus membuktikan kebenaran legenda tentang dunia bawah air di situs ini."

Konon, suku Maya percaya bahwa gua, terowongan, dan cenote (sumur alami di dalam gua) adalah gerbang menuju alam para dewa.

Mereka meyakini bahwa segala sesuatu di dunia, dari kesuburan, hujan, sampai petir berasal dari dunia bawah tanah. Peninggalan-peninggalan Maya mengungkap bahwa mereka rela melakukan apa saja untuk menyenangkan dan menenangkan para dewa di bawah tanah.

Salah satunya? Mengorbankan manusia. Ketika Guillermo meneliti ratusan tulang manusia yang ditemukan di Cenote Suci (dikenal juga sebagai Sumur Pengorbanan) di Chichen Itza, ia mendapati sejumlah luka terbuka dan patah tulang yang terjadi saat atau dekat waktu kematian.

Kini, para peneliti berharap menemukan lebih banyak fakta dengan memanfaatkan ground penetrating radar (GPR) untuk "mengintip" ke balik dinding-dinding El Castillo dan menemukan lorong-lorong tersembunyi. Mereka juga menggunakan teknologi pemindaian jarak jauh untuk menemukan terowongan dan gua tersembunyi di sekitar piramida.

Diperkirakan, masih ada 3.000 cenote yang belum ditemukan di Meksiko. Padahal, mereka menyimpan banyak petunjuk tentang peradaban Maya kuno. Untuk itu, tim peneliti juga akan memanfaatkan drone bermuatan LIDAR (light detection and ranging) dan sensor termal untuk menembus hutan dan menemukan sumur alami tersebut. Mereka juga memasang teknologi sonar di atas kayak untuk mencari akses masuk gua dan terowongan bawah air.

Ini masih ditambah pemindaian laser dan fotogrametri, yang akan memungkinkan tim peneliti menciptakan peta 3D yang detail dan akurat dari interior piramida dan gua, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun