Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

pelangidipagihari.blogspot.com seindahcahayarembulan.blogspot.com sinarigelap.blogspot.com eaglebirds.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Selamatkan Gajah

31 Juli 2017   13:02 Diperbarui: 31 Juli 2017   13:04 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Land Cruiser itu terguncang-guncang dan berderak di padang rumput yang subur dan kecoklatan dengan beberapa pohon akasia di sana sini. George Wittemyer, direktur ilmiah dari kelompok konservasi Save the Elephants, mengarahkan mobil ke arah gerakan di pepohonan.

Di dekat belokan, berdiri beberapa keluarga yang terdiri dari sekitar 50 gajah didalam kelompok yang longgar. Mereka sedang mengunyah dedaunan, membanting dan mematahkan cabang-cabang yang berduri panjang, atau sedang berdiri berjemur, mengayunkan belalainya dan mengibas-ibaskan telinga raksasanya. Bayi-bayi bersandar ke gajah yang lebih besar, tampak sama jinak dan menggemaskannya seperti boneka hewan, meski lahir dengan berat 100 kilogram.

Gajah kecil dan remaja dipimpin oleh betina muda, para putri yang terlalu dini memasuki peran matriarkal setelah pemburu gading membunuh induk mereka. Induk gajah biasanya menjadi kepala keluarga pada usia 35 tahun. Putri-putri belia disini berkisar antara 15-28 tahun. Yang tertua, Desert Rose, mulai memimpin sepupu-sepupu belianya setelah ibu mereka, Maua, dibunuh di bulan April 2014 oleh senapan otomatis pemburu liar.

Wittemyer, asosiet profesor biologi konservasi di Colorado State University, telah mempelajari gajah di hutan lindung ini sejak 1997, bahkan sebelum ia kuliah. Ia mengenal gajah-gajah itu, seakan-akan mereka adalah teman lama. Ia menunjuk Habiba, Cinnamon, dan Pilipili, yang dibedakan oleh tanda-tanda di telinga mereka. Gajah-gajah itu berkelompok dalam keluarga yang dinamai dengan nama rempah, bunga, formasi cuaca, artis, penyair, ibu negara, nama-nama Swahili, dan lainnya.

Beberapa gajah yang penuh rasa ingin tahu mendekati kendaraannya. Salah satunya menyandarkan belalai di atas rak di atap mobil, sedikit mengguncang kendaraan sebelum melangkah menjauh. Pada akhirnya, gajah-gajah selesai makan dan berjalan ke sungai. Satu per satu, gajah dari keluarga yang berbeda menyeberang, menyembur diri sendiri dan bergembira di air cokelat. Bahkan para ibu muda itupun berguling-guling dan bermain. Teriakan terompet mereka memenuhi udara.

Para pemburu liar telah membunuh banyak gajah dan ibu mereka, mendorong periset untuk mempelajari gajah dengan lebih cermat untuk memantau anak-anak yatim dan ikatan sosial yang kompleks didalam jejaring kerja keluarga. Menurut Save the Elephants, dari tahun 2010-2012 saja, sekitar seperlima dari populasi gajah Afrika - sekitar 100.000 - dibunuh oleh pemburu liar.

Periset khawatir bahwa hilangnya tetua gajah, terutama para ibu yang disasar oleh para pemburu liar karena gadingnya yang besar, akan sangat melukai gajah-gajah muda untuk menyintai hidup dan bertumbuh dengan baik. Para ibu membawa pengetahuan yang sangat besar tentang lingkungan mereka, termasuk rute migrasi yang aman, ketersediaan air di wilayah yang kering, ancaman dari pemangsa, dan informasi vital lainnya.

Untuk memahami pengaruhnya pada jejaring kerja sosial gajah, para periset menganalisis 16 tahun data tentang gajah Samburu dan menemukan kelenturan yang mengejutkan. Misalnya, periset mencatat berbagai interaksi positif diantara gajah, seperti membelitkan belalai, saling mengendus mulut, dan saling menggosokkan tubuh. Periset juga melihat perilaku negatif, misalnya seberapa sering gajah-gajah mendorong gajah yatim dibanding gajah yang tidak yatim. 

Para putri gajah bukan saja meniru perilaku sosial ibunya, mereka juga membangun kembali jejaring kerja melalui koneksi sosial jarak jauh dengan keluarga-keluarga yang sebagian besar dewasanya telah dibunuh. Beberapa ibu baru langsung mengambil alih pengasuhan gajah muda, tapi reaksi-reaksi diantara gajah yatim masih sedang dipelajari.

Pada tahun 2014, Kenya memperkeras hukuman bagi perburuan liar dan jual-beli kehidupan liar dengan denda sampai $200,000 atau bahkan penjara seumur hidup. Sebelumnya, denda maksimal hanya sekitar$400.

Save the Elephants sedang mempelajari migrasi gajah dengan menggunakan sabuk-leher radio GPS dan peta yang dibuat oleh satelit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun