Mohon tunggu...
rudolf dayu
rudolf dayu Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Pemimpi

seorang pemimpi yang berusaha menerjemahkan hidup.... kemudian membahasakannya pada semua orang

Selanjutnya

Tutup

Drama

Merah Putih

28 Oktober 2017   11:17 Diperbarui: 28 Oktober 2017   11:28 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merah Putih

Oleh: Rudolf Dayu, MSC

 

(seorang tua berjalan tertatih dan badan bergemetar sambil membawa bendera merah putih, sesekali terjatuh...sebisa mungkin mengekspresikan kata-kata dari narator...instrument yang lembut)

Narator      :Dalam usia senja biarkan kisah tentang perjuangan yang diwarnai air mata, keringat dan darah tersembunyi dalam keriput yang digaris oleh waktu. Mungkin tubuh ini mulai bergemetar untuk menjaga merah putih. Teriakan untuk berpisah, teriakan akan perbedaan yang memisahkan, teriakan akan kesenjangan perlahan mulai menjadi atmosfer yang hendak melunturkan merah putih yang telah dirajut oleh janji yang kita sepakat menyebutnya "Sumpah Pemuda" dan kemudian kita gemakan dalam proklamasi akan kemerdekaan kita. Mungkin saat ini terlalu jauh dengan titik saat proklamasi dikumandangkan, 72 tahun waktu yang cukup membuat kita mulai pikun terhadap sejarah. Tubuh mulai renta dan mulai kehilangan alasan mengapa harus terus menggenggam erat merah putih. Yah...kita mulai terlena dengan jargon-jargon merdeka tanpa mau tahu makna dari merdeka. Hampir seragam kita berpikir bahwa merdeka adalah garis finish yang ketika kaki telah berhasil melewatinya maka semua usaha dan perjuangan pun telah berakhir. Kita lupa bahwa pada hakikatnya merdeka adalah sebuah jalan panjang...sebuah jalan yang tanpa akhir...sebuah jalan yang hadir bersama detak jantung dan nafas kita. Yang kita tahu jalan yang kita sebut merdeka ini berwarna merah putih...

(masuk seorang berpakaian penjajah...berjalan tegap, muka tegas menghampiri lelaki tua...instrument yang mendukung)

Narator      : mantra berlafalkan merdeka meninabobokan kita semua hingga lupa untuk tetap waspada. Penjajah kembali datang bukan lagi dari negeri nun jauh yang bisa kita kenal karena warna kulit yang berbeda. Penjajah itu berwajah pribumi, tidak beda dengan kita. Kita tak bisa lagi menggaris batas antara kita dengan penjajah dengan ukuran fisik. Penjajah adalah mereka yang mencoba menghapus sumpah kita tentang bangsa, tanah air dan bahasa yang satu yakni Indonesia. Indonesia yang kita lukis dalam merah putih mulai berusaha dilunturkan. Dwi warna yang didalamnya terlarut keberbhinekaan kita kini oleh mereka yang berjiwa penjajah berusaha untuk dilebur dalam satu warna. Warna sesuai yang mereka inginkan. Warna yang kental dengan sikap egois dan arogan. Adakah merdeka yang di dalamnya mengandung sebuah paksaan?

LIHAT!!! Merah putih kini telah mereka renggut... (merah putih direbut) rumah yang melindungi kemajemukan kita mulai digoyahkan. Pancasila tempat di mana hati kita bersatu mulai disangsikan oleh mereka yang berjiwa penjajah. Penjajah adalah mereka yang berideologi berbeda dengan sumpah kita dan ingin merubahnya. Ya...mereka adalah penjajah

(masuk beberapa pemuda)

Narrator     :Hei!!!! Kalian para pemuda... apakah kalian akan diam saja? Apakah kalian lebih memilih mengunci diri dalam zona nyaman kalian. Apakah bagi kalian kemerdekaan adalah sejauh mana kalian bisa menikmati kesenangan? Tidak kawanku... tak akan pernah ada kemerdekaan tanpa perjuangan. Sebagaimana para pemuda merekatkan hati mengucap Sumpah Pemuda, sebagaimana para pemuda berjuang gigih menuntut proklamasi, sebagaimana ribuan pemuda mewakili suara rakyat berunjuk rasa menuntut reformasi....maka kini kalian juga mempunyai tanggungjawab yang sama kawanku, untuk senantiasa memperjuangkan kemerdekaan. Karena sejatinya pemuda selalu berada dalam garis perjuangan.

 Rebut kembali Merah Putih kita... kibarkan di setiap sudut negeri ini. Jangan biarkan siapapun juga untuk menurunkannya. Biarkan tangan kita yang saling bergandengan menjadi pagar yang menjaga keutuhan bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun