Mohon tunggu...
Rudiyana
Rudiyana Mohon Tunggu... Guru - Teacher and lecturer

An ordinary person who dreams big

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kartini (yang Tersesat)

22 April 2021   20:01 Diperbarui: 22 April 2021   21:18 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 21 April merupakan tanggal yang dikultuskan oleh bangsa Indonesia sebagai tonggak kemajuan peradaban kaum perempuan Indonesia. Kartini melalui pameonya, Habis Gelap terbitlah Terang, mendobrak ihwal yang menjeruji hak kaum perempuan sehingga hari lahirnya diperingati sebagai hari emansipasi wanita.

Emansipasi wanita memandang penyetaraan hak dan kewajiban perempuan dengan laki-laki sebagai manusia seutuhnya adalah sama.  Sebagai manusia, perempuan memiliki kebebasan untuk memilih, mengekspresikan, dan berkehendak sesuai dengan hakikatnya sebagai manusia.

Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, konsep ‘emansipasi’ masa kini berbelok tak tentu arah. Pesonanya justru tidak lagi harum seiring salah kaprahnya perempuan Indonesia memahami konsep ini. Emansipasi masa kini tak ubahnya bentuk dagelan yang mempertontonkan dan mentertawakan, maaf, kebodohan wanita itu sendiri. Betapa tidak, kemajuan zaman dan tingginya pendidikan tidak membuat wanita sadar akan hakikatnya sebagai “per-empu-an” yang "empu". Empu merupakan istilah untuk menyebut seseorang yang memiliki ilmu yang tinggi, kesempurnaan hidup, dan pembuat karya agung.

Terlalu prematur memang, bahkan bisa jadi opini saya ini tidak dibenarkan, dan untuk hal ini saya mohon maaf, menganggap wanita masa kini sebagai perempuan yang “empu” sebagai sosok yang tidak atau kurang memiliki fungsi “ke-empu-an”. Tetapi rasanya, istilah emansipasi lebih tepat disandingkan dengan perempuan masa dulu dimana wanita masa dulu lebih memahami hakikat dan fungsi mereka sebagai perempuan yang “empu”. Betapa tidak, perempuan dulu, yang nota bene adalah ibu kita, nenek kita, atau bahkan buyut kita lebih berhasil  menerapkan “ke-empu-an” mereka. Mereka berhasil menjalankan perannya sebagai manusia dan perempuan sekaligus. Mereka berhasil mencetak generasi-generasi ulung melalui pencontohan dan suri tauladan walaupun jumlah anak yang mereka miliki lebih dari jumlah yang distandarkan pemerintah kita, tanpa lupa kodratnya sebagai seorang istri dan ibu. Mereka lebih berhasil menerapkan etika dan moral dalam hidup, tanpa kehilangan esensinya sebagai manusia, dan jati dirinya sebagai seorang perempuan.

Wanita zaman sekarang, dengan gembar-gembor emansipasi yang disalahkaprahi, kehilangan perannya sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya, Al-Ummu Madrasah Al-Ula. Kebanyakan dari wanita yang salah memaknai emansipasi, mereka lebih eksis dengan konsep narsismenya di TIK-TOK, berjoget tak tentu makna tanpa ada rasa risih, dan kegilaan-kegilaan lainnya yang dipertontonkan di media sosial.  Jangan sampai “Habis Gelap Terbitlah Terang" menjadi “Habis Gelap Terbitlah Kegelapan Lain". Perempuan, ibu, istri, wanita  adalah sosok yang akan menjadi contoh baik bagi anak-anaknya. Emansipasi adalah hak, dan kodrat adalah sunatullah. Selamat Hari Kartini untuk seluruh perempuan Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun