Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"A Prejudice Against All Poets"

12 Maret 2018   02:23 Diperbarui: 12 Maret 2018   04:30 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Don't be fooled by poets!"I remember what they used to tell me. "They're such sooth-sayers that will lure you with their sweet-nothings."

I was still a teenager back then. Just like many girls during that era, I was crazy about male musicians, especially those who'd sing love songs.

What if I considered them good-looking too? Well, I was (and still am) no hypocrite. I consider that factor a bonus point.

I admit that those had also been my (acutely) gullible days. I mean, who doesn't love sweet words? Who doesn't like compliments and some other assurances that...yes, you do matter and you are loved.

Then, what had changed me for quite some time?

First of all, I'd let my faith, enthusiasm, and positivity be 'killed off'by some people around me. I understood that they'd only meant well. They wanted me not to be blindsided by some rose-coloured window glass.

Still, their bitter words had dampened my spirit for a very, very long time:

"Anyone can tell you sweet words, then walk off once they get what they want from you. You've got to be smart dealing with them."

For a while, I did what they'd asked of me. I questioned a lot. I'd gone critical -- almost cynical. They were right; I'd been safe. I'd successfully built up thick, strong and high walls around me. They'd been my fortress for so long.

I was safe, because I was also alone. I'd made sure nobody got too close to woo and hurt me in the end.

Ironically, I also write poetry.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun