Pada kedua kasus tersebut, diduga hewan tersebut sakit setelah terpapar oleh penjaga kebun binatang yang terinfeksi Covid-19 Â virus. Hewan ini dilaporkan sembuh setelah menderita gejala ringan.
Masalah yang lebih serius terjadi pada cempelai (mink) yang merupakan hewan semi akuatik yang dibudidayakan untuk diambil bulunya.
Beberapa negara telah melaporkan infeksi pada mink  secara meluas yang dalam beberapa kasus sangat  parah dan mengalami kematian.
Angka penularan terbesar pada mink  terjadi di Denmark yang menyebabkan negara ini mengambil keputusan untuk memusnahkan jutaan hewan dan menutup industri peternakan mink ini sepenuhnya hingga tahun 2022.
Hal yang paling mengkhawatirkan adalah adanya bukti  bahwa mink telah menularkan virus yang telah bermutasi  kembali ke manusia.
Dari berbagai kasus yang telah dilaporkan penularan ini diduga terjadi dari manusia ke hewan peliharaan, namun jika di kemudian hari terjadi penularan kembali dari hewan ke manusia dengan varian virus hasil mutasi maka pandemi korona ini akan semakin sulit untuk dikendalikan.
Penularan virus Covid-19 yang bukan tidak mungkin akan meluas ini juga memberikan sinyal lampu merah bagi hewan hewan langka seperti gorilla dan hewan langka lainnya karena dapat menjadikan hewan yang sudah bertatus langka ini akan semakin langka.
Para ahli juga khawatir bahwa, jika virus menyebar luas di antara hewan, virus varian baru hasil mutasi  dapat muncul. Secara teori, varian ini diprediksi resisten terhadap vaksin yang saat ini sedang diluncurkan di seluruh dunia.
Kekhawatiran akan terjadi penularan kembali dari hewan ke manusia dengan virus yang telah mengalami mutasi memunculkan pemikiran diperlukannya vaksin Covid-19 khusus untuk hewan.
Hal ini diperlukan tidak saja untuk memutus rantai penularan antar manusia ke hewan, dan antar hewan namun juga mengantisipasi penularan  balik dari hewan ke manusia.