Negara yang berada di kawasan Timur Tengah memang memiliki sejarah dan akar budaya yang sangat unik.Â
Arab Spring gelombang pertama yang pada intinya menuntut perubahan, kekebasan berpendapat dan demokrasi yang melanda kawasan ini telah mengubah peta demokrasi dan sistem pemerintahan di kawasan ini.
Banyak pimpinan diktator yang bercokol dalam kurun waktu yang sangat lama di kawasan ini tumbang satu per satu. Arab Spring ini menjadi pemicu perubahan sistem pemerintahan yang menuju ke situasi yang lebih demokratis.
Jika dulu melakukan protes dan demonstrasi dapat merujung pada melayangnya nyata atau dipenjara dalam waktu yang sangat lama, kini hal ini sudah menjadi bagian keseharian.
Namun tampaknya gelombang Arab Spring terus berlanjut karena tidak saja terjadi menyentuh isu dalam negara yang berada di kawasan ini, namun juga mulai menyentuh sikap dan kebijakan politik luar negerinya.
Dalam kurun waktu beberapa bulan ini sudah beberapa negara melakukan langkah nyata melakukan hubungan resmi dengan musuh bebuyutan negara di kawasan ini yaitu Israel.
Sebagai gambaran dari sebanyak 193 negara anggota PBB, sebanyak 162 negara (84%) mengakui keberadaan negara Israel dan sebanyak 138 negara (72%) mengakui keberadaan negara Palestina.
Jika dulu melakukan hubungan resmi dengan Israel merupakan sesuatu yang tabu atas pertimbangan solidaritas kawasan dan Palestina, maka situasinya kini anggapan ini berubah drastis.
Kini negara di kawasan ini seolah belomba membuka hubungan diplomatiknya dengan Israel. Sebagai contoh beberapa bulain ini ada dua negara lagi yaitu United Arab Emirates (UAE) dan Bahrain yang membuka hubungan diplomatiknya dengan Israel.
Gelombang kedua Arab Spring ini memang tidak dapat dipisahkan dengan peran Donald Trump yang akan segera lengser sebagai presiden Amerika.
Jika kita buka lembaran sejarah maka kita harus jujur bahwa Donald Trump adalah presiden Amerika tersukses yang mengakurkan negara Arab dengan Istrael.