Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengadilan Charlie Hebdo: Tajamnya Pena vs Panasnya Peluru

2 September 2020   11:09 Diperbarui: 2 September 2020   19:33 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rencana Majalah Kartun Charlie Hebdo untuk mempublikasikan kembali kartun Nabi Muhammad yang pernah menimbulkan gelombang protes. Ilustrasi : AP

Karya karya kartunis yang dipublikasikan di majalah Charlie Hebdo memang jika ditelusuri lebih lanjut sering  menimbulkan berbagai gelombang protes di berbagai negara terutama kartun satire  yang menyinggung agama dan satire lainnya yang menyangkut SARA.

Salah satu kartun satire yang dimuat di majalah Charlie Hebdo setelah Trump memenangi pemilu. Sumber: Charlie Hebdo
Salah satu kartun satire yang dimuat di majalah Charlie Hebdo setelah Trump memenangi pemilu. Sumber: Charlie Hebdo
Kontroversi ini tampaknya memang sengaja dilestarikan oleh majalah Charlie Hebdo yang berdalih bahwa kartun itu merupakan karya seni dan jurnalistik sekaligus sebagai  ekspresi kekebasan berpendapat dan kebebasan press.  

Sebagai contoh sebuah kartun yang terkait dengan Nabi Muhammad yang dipublikasikan pada tahun 2011 lalu telah menimbulkan gelombang protes di berbagai negara dan juga mengundang serangan bom Molotov yang dilemparkan ke markas majalah yang memiliki ciri khas dengan kartun ini..

Dalih kebebasan berpendapat yang dipegang oleh Charlie Hebdo juga mendapat dukungan kuat sehingga tidak heran seiring dengan protes diterbitkannya kartun yang menyinggung agama tertentu juga ada gerakan yang mendukung majalah ini untuk terus melakukan kritik melalui kartunnya dengan hastag #JeSuisCharlie.

Gelombang protes pro Charlie Hebdo. Sumber: Literary Hub
Gelombang protes pro Charlie Hebdo. Sumber: Literary Hub
Gelombang protes anti Charlie Hebdo. Photo: The Guardians
Gelombang protes anti Charlie Hebdo. Photo: The Guardians
Tajamnya pena yang menghasilkan  kartun Nabi Muhammad menuai banyak protes  ini tampaknya tidak menyurutkan pengelola majalah ini dan  juga para kartunis untuk terus menghasilkan kartun serupa  karena dianggap sebagai lambang kebebasan berpendapat.

Dalam menanggapai gelombang protes ini pimpinan redaksi bahkan menyatakan : "I don't blame Muslims for not laughing at our drawings,I live under French law. I don't live under Koranic law.".  Hal ini dikemukakannya pada Associated Press di tahun 2012.

Tajamnya pena ini memang secara bertahap memupuk  ketidaksenangan  kelompok tertentu terhadap karya jurnalistik  ini.

Dalam menyambut persidangan yang mengadili para pelaku dan pihak yang terlibat dalam serangan 2015 di kantor pusatnya, Charlie Hebdo berencana  akan mempublikasikan kembali kartun Nabi Muhammad yang menjadi pemicu peristiwa berdarah tersebut.  

Redaktur majalah Charlie Hebdo tampaknya tidak menghiraukan sensitivitas masalah ini.  Hal ini tercermin pada penyataan  editor pada hari selasa lalu dengan mengatakan :

"We have always refused to do so, not because it is prohibited... but because there was a need for a good reason to do it,"

"To reproduce these cartoons in the week the trial begins over the January 2015 terrorist attacks seemed essential to us."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun