Mohon tunggu...
Roy Gunawan
Roy Gunawan Mohon Tunggu... Mahasiswa

Jangan protes dalam proses, banyak belajar dari kesalahan

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

"Ai Menggantikan Manusia? Haruskah Kita Takut?"

15 Juli 2025   21:50 Diperbarui: 15 Juli 2025   20:51 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi Ai Menggantikan Manusia (sumber:Mohamed hassan)

Di tengah kemajuan teknologi yang sangat pesat, muncul satu pertanyaan besar yang menghantui banyak orang: "Apakah AI akan menggantikan manusia?" Ketakutan ini bukan tanpa alasan. Kita melihat mesin dan algoritma canggih mulai menggantikan peran manusia dalam berbagai bidang dari manufaktur, layanan pelanggan, hingga penulisan artikel.

Ketika pekerjaan manusia mulai diambil alih oleh robot dan sistem otomatis, keresahan muncul: apakah masa depan manusia akan tergantikan oleh ciptaannya sendiri? Haruskah kita takut pada era kecerdasan buatan yang semakin canggih ini? Atau justru kita bisa melihatnya dari sudut pandang yang lebih bijak?

1. Ketakutan yang Tumbuh dari Kenyataan

Kekhawatiran bahwa manusia akan tergantikan oleh AI berasal dari fenomena nyata. Beberapa perusahaan besar sudah mulai memberhentikan karyawan untuk digantikan sistem otomatis. Chatbot menggantikan customer service, robot mengambil alih lini produksi, bahkan algoritma mulai menulis berita.

Namun ketakutan ini sering kali berlebihan karena tidak semua peran manusia bisa digantikan mesin. AI memang unggul dalam kecepatan, ketepatan, dan efisiensi, tetapi tetap tidak memiliki empati, intuisi, dan nilai-nilai kemanusiaan.

2. Apa yang Tidak Bisa Dilakukan AI

AI tidak bisa merasakan. Ia tidak mampu meneteskan air mata saat melihat penderitaan, atau tertawa karena candaan sederhana yang menyentuh hati. Ia tidak bisa memahami konteks sosial dengan kedalaman, intuisi, dan empati yang dimiliki manusia. AI hanya membaca data, bukan membaca jiwa.

Seorang guru tidak hanya mengajar rumus atau teori. Ia menanamkan nilai, membangkitkan semangat yang hampir padam, dan menjadi pelita bagi murid yang tersesat dalam kebingungan. Guru membentuk karakter, bukan sekadar mengisi pikiran.

Seorang dokter tidak hanya mendiagnosa gejala dan meresepkan obat. Ia hadir dengan ketenangan yang menenangkan, memberi harapan ketika harapan mulai memudar, dan menjadi tangan yang menggenggam dalam ketakutan. Ia menyentuh luka bukan hanya secara fisik, tapi juga secara batin.

Seorang pemimpin tidak hanya membuat keputusan strategis atau menjalankan sistem. Ia hadir sebagai teladan, pendengar, penguat, dan pengayom. Ia membangun kepercayaan, menjaga rasa aman, dan menumbuhkan rasa saling peduli di tengah tim atau masyarakat yang dipimpinnya.

Semua ini masih menjadi ranah manusia. Kehangatan, kasih, intuisi, dan hati nurani itulah yang membedakan kita dari mesin. AI bisa membantu, melengkapi, bahkan mempercepat pekerjaan. Tapi ia tidak bisa menggantikan sentuhan manusia yang tulus dan penuh makna.

Jadi, AI bisa menggantikan peran fungsional, tapi bukan peran relasional. Di sinilah ruang manusia tetap sangat penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun