Mohon tunggu...
Roy Soselisa
Roy Soselisa Mohon Tunggu... Guru - Sinau inggih punika Ndedonga

Sinau inggih punika Ndedonga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengajarkan tentang Etika Publik dan Inklusivitas

1 Juli 2019   11:17 Diperbarui: 1 Juli 2019   11:23 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasi Pengambilan Foto: Taman Safari Indonesia II, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan (Kamis, 6 Juni 2019) - dokpri

"Ayo, Ma. Pindah ke sana aja." Kata seorang anak lelaki saat buah hati kami berusaha mendekati untuk bersama-sama memberi makan seekor burung emu di Zona Australiana dalam kesempatan libur lebaran kami yang lalu (6/6/2019) di Taman Safari Indonesia II, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Ajakan yang disertai dengan bahasa tubuh (terekam oleh kamera ponsel kami) dari seorang anak lelaki yang berusia sekitar empat tahun lebih tua dari buah hati kami ini menunjukan penolakan untuk berbagi tempat dan momen saat memberi makan seekor burung emu, dan ajakan ini pun seketika dikabulkan oleh Mamanya dengan bergegas menjauh dari posisi kami berdiri.

Apabila kita berada dalam situasi dan berdiri pada posisi Mama dari anak lelaki tersebut, respons apakah yang akan kita berikan? Bagi kami tak membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menjawabnya, karena tak lama setelah kami menyaksikan burung emu, kami beralih untuk memberi makan kawanan domba, dan kami dihadapkan pada situasi dan posisi yang serupa.

Saat kami memberi makan kawanan domba, kami sembari menggiring ke hamparan rumput berwarna hijau, supaya tampak indah saat diabadikan dalam foto. 

Setelah kawanan domba berhasil digiring, saya beserta buah hati hanyut dalam kebersamaan di tengah kawanan domba, dan Elfrita Santy pun bersiap untuk mengabadikan sesuai dengan permintaan saya sebelumnya.

Namun di luar dugaan, ada seorang anak perempuan yang berlari menghampiri dan turut larut dalam kebersamaan kami. Meski sadar sepenuhnya bahwa usaha untuk mengabadikan momen kebersamaan kami (hanya saya dan buah hati) di tengah kawanan domba mengalami gangguan, tetapi kami tetap membiarkannya bersama dengan kami, bahkan---selain membuat buah hati bertahan dalam posisi yang sama dengan cara memeluknya---kami meminta kepada buah hati untuk berbagi makanan domba agar dapat bersama-sama memberikan makan.

Dalam situasi dan posisi yang serupa tersebut, sebenarnya kami memiliki alasan yang tepat untuk melakukan penolakan dalam berbagi tempat dan momen, karena belum lama berselang kami telah mengalami penolakan saat memberi makan burung emu. Namun, kami tak mau memperpanjang mata rantai kebodohan dalam mengajarkan etika dasar bagi buah hati saat berada di tempat publik dan lingkungan sosial.

Lebih jauh lagi, dalam kesempatan libur lebaran yang lalu (6/6/2019) kami pun sedang mengajarkan tentang inklusivitas, mengajarkan tentang segala macam bentuk keragaman dalam kehidupan masyarakat, seperti etnis, agama, budaya, status sosial, dan sebagainya---kami tak mau berspekulasi tentang kemungkinan penolakan yang buah hati kami alami saat memberi makan burung emu disebabkan karena mental eksklusif yang dimiliki oleh seorang anak lelaki tersebut di atas (kemungkinan terbentuknya bisa melalui pergaulan di sekolah, pola didikan di rumah atau yang paling parah karena warisan kode genetik dari generasi sebelumnya), meski kami kerap menjumpai peristiwa yang serupa terjadi di tempat publik yang dilakukan oleh etnis tertentu kepada etnis lain yang berbeda warna kulit.

Ajaran tentang inklusivitas bagi buah hati, setidaknya kami berikan sebanyak dua kali. Kesempatan yang pertama yakni mengajarkan sang buah hati untuk berbagi tempat, momen dan makanan domba kepada seorang anak perempuan yang berbeda warna kulit (etnis) dengannya saat berada di tengah kawanan domba.

Kemudian kesempatan yang kedua yakni mengajarkan sang buah hati untuk berbagi wafer kepada kakak beradik yang berada dalam gendongan seorang ibu yang memakai busana keagamaan yang tak pernah dipakai oleh Mamanya (berbeda agama dengannya) yang duduk bersebelahan dengan kami saat berada di tribun penonton dari arena pertunjukan lumba-lumba.

Usaha kami dalam mengajarkan tentang Etika Publik dan Inklusivitas ini, karena adanya dorongan yang begitu kuat tentang pentingnya menciptakan generasi pembelajar yang berwawasan luas dan siap menyongsong masa depan bangsa yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun