Sampah plastik adalah limbah yang berasal dari bahan plastik seperti kantong belanja, botol minuman, kemasan makanan, sedotan, dan berbagai produk sekali pakai lainnya yang sudah tidak digunakan lagi. Plastik merupakan material sintetis yang sulit terurai secara alami sehingga membutuhkan waktu ratusan tahun untuk benar-benar hancur. Karena sifat inilah, sampah plastik menjadi salah satu ancaman terbesar bagi lingkungan modern. Hampir semua sudut bumi, dari pusat kota hingga dasar laut terdalam, telah tercemar oleh plastik. Ironisnya, sebagian besar plastik yang kita gunakan hanya dinikmati dalam hitungan menit, tetapi dampaknya bisa bertahan ratusan tahun.
Indonesia sendiri menjadi salah satu penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dilansir dari Kompas.id, proyeksi timbulan sampah plastik di Indonesia terus meningkat dalam hampir sedekade terakhir. Hal ini sejalan dengan proyeksi timbulan sampah umum nasional yang juga terus bertambah selama periode yang sama. Timbulan sampah plastik di dalam negeri diproyeksikan terus bertambah selama 2017 hingga 2025 mendatang.
Indonesia kerap disorot sebagai salah satu negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia dan juga buruk dalam penanganan sampahnya. Penyebab utama meningkatnya sampah plastik adalah pola hidup masyarakat yang serba praktis dan konsumtif. Banyak orang lebih memilih menggunakan barang sekali pakai karena dianggap murah dan efisien, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Selain itu, sistem pengelolaan sampah yang belum optimal serta rendahnya kesadaran akan pemilahan sampah turut memperparah penumpukan limbah plastik di darat maupun di laut. Akibatnya, sampah plastik menimbulkan berbagai dampak serius.
Di lingkungan darat, sampah plastik dapat menyumbat saluran air dan menyebabkan banjir. Di laut, plastik mengancam kehidupan biota seperti ikan, penyu, dan burung laut yang sering kali menelan atau terjerat plastik. Lebih parah lagi, plastik yang hancur menjadi mikroplastik yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau air minum, dan berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan penerapan prinsip 3R: Reduce, Reuse, dan Recycle. Reduce berarti mengurangi penggunaan plastik sejak awal. Reuse mendorong penggunaan kembali barang yang masih layak pakai agar tidak langsung menjadi sampah, dan Recycle merujuk pada proses mendaur ulang plastik menjadi produk baru yang lebih bermanfaat.
Pengelolaan Sampah di Indonesia
Pengelolaan sampah plastik di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Sebagian besar wilayah masih menggunakan sistem konvensional kumpul-angkut-buang, dimana sampah hanya dipindahkan dari rumah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa pemilahan atau pengolahan lanjutan. Akibatnya, plastik yang seharusnya dapat didaur ulang bercampur menjadi satu dengan sampah organik dan sulit diproses. Beberapa kota besar seperti Surabaya, Bandung, dan Bali mulai menerapkan sistem pemilahan sampah dari sumber serta membangun bank sampah dan TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle), namun skala keberhasilannya masih terbatas dibandingkan dengan jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari.
Kebijakan Pemerintah dalam Menghadapi Masalah Sampah Plastik
Pada tahun 2016, pemerintah mengeluarkan kebijakan mengurangi plastik dengan cara mengenakan biaya sebesar dua ratus rupiah bagi konsumen yang ingin menggunakan kantong plastik untuk barang belanjaannya. Pemerintah bekerjasama dengan berbagai swalayan untuk melancarkan program tersebut yang sudah memberikan dampak positif hingga mengurangi 60% kantong plastik. Sampai munculnya perdebatan dari berbagai kalangan retail yang akhirnya membuat pemerintah menggratiskan kembali kantong plastik.
Kemudian di tahun 2020, Pemerintah menggalakkan program “Indonesia Bebas Plastik” dengan cara mengurangi sampah sebesar 70%. Demi melancarkan program ini, pemerintah bekerjasama dengan pengusaha, masyarakat, dan berbagai instansi pemerintahan.
Peran Lembaga Kemasyarakatan dan Aktivis Sosial: Pandawara Group