Mohon tunggu...
Rosyida Aulia
Rosyida Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Masih belajar dan masih butuh bimbingan lagi 😊🙏🏻

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Korupsi, Apakah Tradisi yang Tidak Akan Pernah Mati?

2 Juni 2022   12:24 Diperbarui: 2 Juni 2022   12:24 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelum mengenal korupsi lebih dalam, lebih baik kita mengetahui apa itu yang dinamakan dengan korupsi. Korupsi jika berpatokan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu bentuk penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Jika kita kupas lebih dalam lagi terkait pengertian korupsi menurut KBBI, rasanya sudah jelas jika korupsi adalah suatu bentuk perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Mengapa? Karena uang negara yang seharusnya untuk kepentingan negara atau bisa dikatakan kepentingan umum itu hanya digunakan untuk kepentingan pribadi dan golongan. Uang yang seharusnya bisa untuk mensejahterakan masyarakat, malah digunakan untuk mensejahterakan diri sendiri. Jika kita tarik Undang-undang terkait bentuk tindak pidana korupsi adalah terletak pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 j.o Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dalam sejarah pemerintahan di Indonesia mulai zaman kerajaan sampai reformasi, praktik korupsi sudah terjadi secara turun temurun, mulai dari generasi ke generasi. Dari buku pendidikan anti korupsi untuk perguruan tinggi menjelaskan, bahwa tindak pidana korupsi bukan merupakan barang baru di Indonesia. Sejak jaman kerajaan-kerajaan terdahulu, korupsi telah terjadi meski tidak secara khusus menggunakan istilah korupsi. Setelah jaman kemerdekaan, ketika Indonesia mulai membangun dan mengisi kemerdekaan, korupsi terus mengganas sehingga mengganggu jalannya pembangunan nasional. 

Pendapat lain dari Jurnal Internasional oleh Dra. Erlina Wiyanarti, M.Pd., bahwa kegawatan kondisi korupsi tersebut seharusnya bisa lebih dikemukakan sehingga merasuk dalam batin masyarakat secara penuh, agar selanjutnya bisa memunculkan Sense of Crisis. Sense of Crisis baik sebagai pribadi maupun sebagai warga negara Indonesia. Korupsi yang berkembang dewasa ini tidak bisa lepas dari dinamika masyarakat di masa lalu. Dengan kata lain korupsi yang ada sekarang tidak tumbuh dengan tiba-tiba , melainkan telah melewati garis waktu yang panjang.

Adapun langkah untuk memberantas korupsi menurut jurnal legislasi Indonesia karya Wicipto Setiadi adalah sebagai berikut;

a. Mendesain ulang pelayanan publik, terutama pada bidang-bidang yang berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan kepada masyarakat sehari-hari. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat luas mendapatkan pelayanan publik yang profesional, berkualitas, tepat waktu dan tanpa dibebani biaya ekstra/pungutan liar. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada: (a) Penyempurnaan Sistem Pelayanan Publik; (b) Peningkatan Kinerja Aparat Pelayanan Publik; (c) Peningkatan Kinerja Lembaga Pelayanan Publik; dan (d) Peningkatan Pengawasan terhadap Pelayanan Publik, dengan kegiatan-kegiatan prioritas.

b. Memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi pada kegiatan-kegiatan pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan akuntabilitas Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya negara dan sumber daya manusia serta memberikan akses terhadap informasi dan berbagai hal yang lebih memberikan kesempatan masyarakat luas untuk berpartisipasi di bidang ekonomi. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada: (a) Penyempurnaan Sistem Manajemen Keuangan Negara; (b) Penyempurnaan Sistem Procurement/ Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah; dan (c) Penyempurnaan Sistem Manajemen SDM Aparatur Negara, dengan kegiatan-kegiatan prioritas.

c. Meningkatkan pemberdayaan perangkat-perangkat pendukung dalam pencegahan korupsi. Tujuannya adalah untuk menegakan prinsip "rule of law," memperkuat budaya hukum dan memberdayakan masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada: (a) Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat; dan (b) Penyempurnaan Materi Hukum Pendukung.

d. Tampaknya memasukan ke lembaga pemasyarakatan (penjara) bagi koruptor bukan merupakan cara yang menjerakan atau cara yang paling efektif untuk memberantas korupsi. Apalagi dalam praktik lembaga pemasyarakatan justru menjadi tempat yang tidak ada bedanya dengan tempat di luar lembaga pemasyarakatan asal narapidana korupsi bisa membayar sejumlah uang untuk mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang tidak beda dengan pelayanan dan fasilitas di luar lembaga pemasyarakatan. Oleh karena itu, muncul istilah lembaga pemasyarakatan dengan fasiltas dan pelayanan mewah. Melihat pada kondisi seperti ini, maka perlu dipikirkan cara lain agar orang merasa malu dan berpikir panjang untuk melakukan korupsi. Cara yang dapat dilakukan antara lain adanya ketentuan untuk mengumumkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atas kasus korupsi melalui media masa. Ketentuan ini selain untuk memberikan informasi kepada publik juga sekaligus sebagai sanksi moral kepada pelaku tindak pidana korupsi. Selain itu, perlu juga ditambah sanksi pencabutan hak kepada terdakwa kasus korupsi. Hal ini sangat penting untuk memberikan pembelajaran bahwa pengemban jabatan publik adalah pribadi yang bermoral dan berintegritas tinggi.

e. Penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi ini harus dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dengan satu tujuan, yaitu untuk memberantas korupsi. SDM penegak hukum harus berasal dari orang-orang pilihan dan mempunyai integritas tinggi. Sudah saatnya diakhiri terjadinya ego sektoral atau ego institusional di antara lembaga penegak hukum. Negara juga perlu memikirkan bagaimana agar tingkat kesejahteraan bagi para penegak hukum ,itu baik, tidak berkekurangan dan menjadi penegak hukum yang bersih. Bagaimana bisa bersih, kalau sapu yang digunakan untuk membersihkan adalah sapu kotor.

Dapat disimpulkan bahwa Jika perilaku korupsi dimaknai dengan penyelewengan wewenang dalam mengelola kepentingan-kepentingan publik untuk kepentingan pribadi, maka perilaku korupsi hanya bisa tumbuh dalam lapisan sosial yang kedua, dimana ada pemisahan secara jelas kepentingan publik dan kepentingan pribadi, dan tidak secara jelas pada lapisan pertama. Atau minimal mental dan perilaku yang disebut "korupsi" dalam lapisan pertama tidak dianggap sebagai mental dan perilaku yang salah, bahkan dianggap suatu kelaziman. Dan juga meskipun pemberantasan korupsi menghadapi berbagai kendala, namun upaya pemberantasan korupsi harus terus-menerus dilakukan dengan melakukan berbagai perubahan dan perbaikan. Perbaikan dan perubahan tersebut antara lain terkait dengan lembaga yang menangani korupsi agar selalu kompak dan tidak sektoral, upaya-upaya pencegahan juga terus dilakukan, kualitas SDM perlu ditingkatkan, kesejahteraan para penegak hukum menjadi prioritas. Meskipun tidak menjamin korupsi menjadi berkurang, perlu dipikirkan untuk melakukan revisi secara komprehensif terhadap Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi.

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun