Pengambilan kembali hak yang sudah diperoleh tentunya sesuatu yang tidak diharapkan, apalagi secara tidak langsung, artinya diambil kembali melewati orang-orang yang dicintai (terdekat/ring satu).
Misalnya pasangan hidup (istri/suami) ataupun generasi penerus (anak/cucu). Berbeda halnya jika pengambilan secara langsung kepada yang bersangkutan ini lebih berkeadilan, ketimbang secara tidak langsung (tidak berbuat menanggung resiko/sanksi) berdimensi duniawi, sedangkan dimensi akhirat jelas yang menanggung resiko/sanksi pasti orang bersangkutan.
(2) Kewajiban > Hak = Excess Kewajiban
Maka hak sebagai kompensasi dari kewajiban akan ditambahkan Allah dalam bentuk penambahan bahkan pelipatgandaan berkah, Allah Azza Wajjallah akan menyeimbangkannya dengan menambahkan dan melipatgandakan hak dalam bentuk keberkahan, baik secara langsung (directly) maupun tidak langsung (indirectly), didunia maupun diakhirat.
Inilah yang dikatakan sebagai keberkahan yang hakiki. Hal ini memang sangat sulit diperoleh, karena berkaitan dengan aktivitas-aktivitas lain dalam satu ruang lingkup kerja, antara satu aktivitas dengan aktivitas lain saling berkorelasi/berhubungan dan saling mempengaruhi.
Equilibrium proses keberkahan hakiki, tidak dapat dipisahkan dari dua kata yang berpasangan yakni kewajiban dan hak. Setiap meraih hak seharusnyalah menunaikan kewajiban secara benar, guna meraih keberkahan. Untuk bisa terhindar dari risiko/sanksi maka sepantasnyalah meng-equilibriumkan kewajiban dan hak, dalam arti melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan yang sudah digariskan.
"Wassallam"