Mohon tunggu...
Rosyada Wijayanti
Rosyada Wijayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa Manajemen dan Kebijakan Publik

Menulis untuk memahami, memaknai, dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merayakan Identitas, Menjaga Budaya: Santibadra 2025 sebagai Medium Pelestarian

1 Agustus 2025   22:43 Diperbarui: 1 Agustus 2025   22:43 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto Kirab Gelar Budaya Santibadra (Sumber : dokumentasi penulis))

Dentuman drum kirab berpadu dengan harum dupa dan sorak sorai pengunjung menciptakan harmoni yang menggetarkan halaman Punden Tapan Mpu Santibadra, Desa Warugunung, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang. Suasana ini menjadi penanda dimulainya Gelar Budaya Santibadra 2025, sebuah perhelatan tahunan yang kini memasuki tahun ketiganya. Lebih dari sekedar suguhan seni dan budaya, gelaran ini menjadi wadah memupuk tali kerukunan, meneguhkan semangat persatuan, dan merawat jati diri melalui nilai-nilai luhur peninggalan para leluhur. 

(Foto Gunungan Palawija pada Gelar Budaya Santibadra (Sumber : dokumentasi penulis))
(Foto Gunungan Palawija pada Gelar Budaya Santibadra (Sumber : dokumentasi penulis))

Santibadra bukan sekadar pergelaran seni dan budaya-ia adalah perayaan keragaman lokal yang mengalir dalam tarian, denting musik, parade budaya, hingga lakon wayang yang memukau. Di tengah semarak pertunjukan, seluruh elemen masyarakat bersatu dalam kegembiraan. Tawa riang, semangat menggelora, dan senyum yang tak lekang meski bercampur peluh menghiasi sore yang penuh makna di Gelar Budaya Santibadra 2025. Digelar tiga tahun berturut-turut, agenda budaya ini kian menjadi magnet, menarik komunitas dari berbagai penjuru, baik dari dalam maupun luar Rembang, untuk menyambangi langsung ke Punden Tapan Mpu Santibadra. Komunitas-komunitas seperti Lasem Kota Cagar Budaya, Balung Watu, Asem Gede, dan banyak lainnya pun turut ambil bagian, menyokong penuh semangat pelestarian warisan budaya. 

(Foto Penyerahan Pusaka pada Gelar Budaya Santibadra (sumber : dokumentasi penulis))
(Foto Penyerahan Pusaka pada Gelar Budaya Santibadra (sumber : dokumentasi penulis))

Gelar Budaya Santibadra memiliki keterkaitan erat dengan identitas Lasem, Rembang sebagai Kota Pusaka. Penggiat seni sekaligus penggagas acara, Danang Swastika, menjelaskan bahwa tidak hanya Lasem yang menjadi zona inti Kota Pusaka, tetapi lokasi pergelaran di Punden Tapan Mpu Santibadra juga termasuk dalam zona penyangga yang memperkuat nilai historis dan budaya kawasan tersebut. Lebih jauh, zona pengembangan dirancang untuk menjangkau masyarakat secara lebih luas, menciptakan partisipasi aktif dalam pelestarian warisan budaya. Ketiga zona ini-inti, penyangga, dan pengembangan-harus dipandang sebagai satu kesatuan yang terintegrasi dan dikelola dengan perencanaan matang agar manfaatnya dapat kembali dirasakan oleh masyarakat secara nyata.

Gelar Budaya Santibadra sejatinya menjadi ruang rekonsiliasi bersama untuk merekatkan kembali identitas lokal yang berakar pada nilai-nilai luhur warisan leluhur. Melalui perayaan ini, kita diajak untuk mengingat, mencintai, dan menghargai apa yang telah diwariskan. Dengan mengenali serta meneladani kebijaksanaan para pendahulu, kita membangun pedoman hidup yang membumi, yang menuntun dalam bersikap, bermasyarakat, hingga berbangsa dan bernegara. 

Berada di tengah semarak Gelar Budaya Santibadra 2025 membuka mata hati bahwa pelestarian budaya tak diukur dari seberapa megah kirab disajikan, melainkan dari seberapa dalam peristiwa itu menggugah kesadaran kita sebagai generasi pewaris. Santibadra 2025 adalah wujud nyata dari semangat guyub rukun yakni ketika masyarakat bersatu, mendukung, dan merawat kebudayaan dengan penuh cinta. Di balik setiap rangkaian acara seperti kirab, tersimpan pesan bahwa kebudayaan akan tetap hidup selama kita merawatnya, tidak hanya dalam seremoni, tapi juga dalam keseharian yang penuh makna. 

Gelar Budaya Santibadra bukan sekedar agenda rutin tahunan, tetapi sebuah peristiwa yang menghidupkan kembali denyut keragaman lokal, seni, budaya, dan kearifan yang diwariskan turun-temurun. Dari peristiwa ini, tumbuh harapan akan berkelanjutannya kehidupan budaya, sekaligus terbukanya jalan pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian ekonomi melalui sektor pariwisata. Santibadra tak lagi hanya sebuah gelar budaya, melainkan menjadi ruang pertemuan antara pelestarian nilai luhur dan penguatan identitas lokal. 

Ketika kita hadir, belajar, dan mendukung inisiatif-inisiatif budaya seperti ini, sesungguhnya kita sedang menanamkan jejak peradaban. Maka mari terus merawatnya-satu jejak kaki budaya, satu waktu, satu komitmen untuk masa depan yang berakar pada kearifan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun