Mohon tunggu...
Intan Rosmadewi
Intan Rosmadewi Mohon Tunggu... Guru SMP - Pengajar

Pengajar, Kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain ; sesungguhnya adalah kebaikan untuk diri kita sendiri QS. Isra' ( 17 ) : 7

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Khrisna Pabichara, Dan Brown dari Jeneponto

18 Februari 2017   22:15 Diperbarui: 19 Februari 2017   14:11 1335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin terlalu berlebihan mensejajarkan Khrisna Pabichara (Khr_P) dengan Dan Brown,  penulis novel best seller  Da Vinci D’Code,  Angel and Demond dan Inferno tetapi biarlah . . .  karena membaca novel   “Natisha Persembahan Terakhir”   justru perasaan yang muncul pada bantaran akhir hal 297 – 419  sensasinya melayang pada tiga novel tersebut bahasan tentang :  

Kitab Nyanyian Parakang,  Sumur Keramat,  Lubang Persembunyian,  Kode Rahasia di Makam Purba,  Kitab Perkara Parakang,   Cawan Darah Perawan  dan   Benih Iblis 

Menjadi klimaks kisah yang sarat dengan mistik juga  pemecahan sandi dalam bentuk puisi,  nyanyian  dan   mantra – mantra  memunculkan kejutan – kejutan ala_ala Dan Brown secara manis dikisahkan cukup  menggigit nendang bahkan menegangkan jiwa plus ngilu – ngilu  di beberapa persendian karena hal tidak lazim juga langka,  di tulis dalam novel Natisha.   Pengungkapannya  tidak di paksakan meskipun sang penulis  bertutur tentang hal yang menyeramkan,    kisahnya cukup  jernih dan sangat natural sehingga saya sebagai pembaca sangat  menikmatinya;   

Kemahiran  Khr_P  adalah menyusun kisah   bantaran demi bantaran  tersebut dengan dinamika yang sangat terjaga  tidak ingin rasanya  meletakkan novel Natisha bahkan penasaran  yang menggebu – gebu ingin mengetahui bagaimana ending  kisah  Parakang,   meskipun ada niat  mengompas bacaan dengan cara  tinggal membuka bagian terakhir maka akan segera tahu akhir kisah  Rangka, Daeng Tutu dan Laila juga Natisha  namun itu tidak saya  lakukan demi menjaga sensasi aneh yang sering muncul saat membaca novel karya Dan Brown  cukup saja   menduga – duga dengan berbagai kemungkinan dan kejutan yang terkadang membuat kita merasa ‘kecele’ alias tertipu,   dan itu yang dilakukan  Khr_P    dalam novel  Natisha.

Adapun bahasan parakangadalah  center problem yang menjadi    daya pikat kisah Natisha semakin memikat,  dari unik dan rumitnya  parakang akan meluas bercabang – cabang pada kitab purba hingga nyanyian  parakang yang mistis,  siapa saja korban parakang,  tokoh – tokoh lokal yang mengerti tentang parakang sejarahnya sehingga menjadi sedemikian kompleks dan kita terhanyut dalam aliran serba neka tentang parakang.

Secara aqidah adanya parakang  antara percaya dan tidak;  halal dan haram hehehe . . . bisa jadi khilafiah ! Namun baik kita kenal secara sepintas tentang kata parakang yang baru saya ketahui lewat novel ini.

Parakang  adalah ilmu sesat peninggalan jaman purba yang bertujuan menimbun kekayaan, membangun pesona dan kharisma kekebalan tubuh serta tujuan – tujuan jahat lainnya seperti untuk membalas dendam kesumat,  dengan syarat utama bagi penuntut ilmu sesat ini mereka harus  memangsa jeroan orang yang menjelang sakarat dan bisa melahap dari jarak jauh isi jeroan korban.

“Parakang bisa mengancam keselamatan orang sakit dengan cara mengubah diri menjadi banyak wujud.  Parakan bisa menyerupai binatang,  seperti kucing atau serigala.  Parakang juga dapat mengubah wujudnya menjadi tumbuhan.  Yang paling mudah di kenali ialah ketika parakang menyerupai batang pisang,  karena ia berdiri sendiri dan berdaun ganjil . . .  lebih unik lagi parakang dapat menyerupai benda semacam kamboti,   keranjang yang terbuat dari daun lontar atau  daun  kelapa.  (Natisha, p. 80 – 81) 

Membaca novel  Natisha serasa masuk kedunia asing yang sarat dengan kisah mistik dan imaginasi liar saya  meyakini  sepertinya inilah salah satu fenomena budaya lokal yang tumbuh secara merayap sejak jaman dahulu kala hingga kini di berbagai wilayah Nusantara dari Aceh hingga Raja Ampat,   dari Banten hingga ujung Madura.

Beruntung  Jeneponto  memiliki aset SDM seperti  penulis Novel yang peduli tentang kisah tersembunyi legenda atau mitos ( kendati mitos . . ,  tetapi ada pembicaraan secara budaya tutur sehingga viral abadi ).

Lagi . . . tentang kepiawaian  Khr_P  bukan semata dari susunan kalimat  yang cukup mengalir dan  mudah difahami kendatipun banyak kata – kata langka yang tidak populer dipakai oleh para  blogger atau secara umum netizen ( iyalah . . . beda level blogger dengan sastrawan atau budayawan ) akan tetapi saya meyakini bahwa   Khr_P  melakukan  riset lapangan dan riset pustaka  yang panjang pemahaman tentang  budaya lokal yang super kaya raya  yakin semuanya  tidak instan dan permainan  logika yang nyaris sempurna  saat dialog para tokoh di dalam kisah dipaparkan  cukup menakjubkan  ada misi kuat untuk memperkenalkan budaya setempat  khususnya  Jeneponto.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun